Setiap tahun menjelang perayaan 17 Agustusan, Museum Perumusan Naskah Proklamasi (Munasprok) ramai dengan kegiatan. Tahun ini diawali dengan Pameran Konferensi Meja Bundar dan Pengakuan Kedaulatan. Pembukaan pameran dilakukan pada Kamis, 8 Agustus 2019 dan akan ditutup pada 8 September 2019.
Dalam laporannya Kepala Munasprok Bapak Agus Nugroho berterima kasih kepada beberapa pihak yang mendukung kegiatan ini dalam rangka mengenalkan sejarah perjuangan bangsa kepada generasi muda. Pihak yang membantu antara lain Dinas Pendidikan yang akan mengerahkan 150 sekolah untuk mengunjungi pameran. Ucapan terima kasih juga untuk Dinas Perhubungan yang  menyediakan bus-bus sekolah untuk membawa para pelajar ke Munasprok.
Menurut Pak Agus, pameran menampilkan beberapa barang milik tokoh-tokoh perjuangan Moh. Hatta dan Teuku Moh. Hasan, antara lain koper yang dipakai Moh. Hatta dan tanda pengenal Teuku Moh. Hasan ketika mengikuti Konferensi Meja Bundar.
Peresmian pameran dilakukan oleh Bapak Fitra Arda, Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman. Beliau menggantikan Dirjen Kebudayaan Bapak Hilmar Farid yang berhalangan hadir. Sebelum menggunting pita di ruang pameran, Pak Fitra memberikan cenderamata kepada keluarga para pejuang seperti Moh. Hatta, Teuku Moh. Hasan, Soetardjo, dan Ki Bagoes. Pelengkap upacara pembukaan diisi persembahan tarian dan nyanyian oleh para pelajar SD di sekitar Munasprok.
Dari pameran, pengunjung akan mengetahui pada awalnya wilayah Indonesia terbagi menjadi delapan provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Sunda Kecil, dan Sumatera. Saat ini, terutama setelah pemekaran, jumlah provinsi menjadi 34.
Inti pokok pameran boleh dibilang terbagi atas beberapa topik. Topik pertama, Perundingan Linggarjati. Perundingan ini dilaksanakan dalam rangka mengatasi konflik bersenjata antara Indonesia dan Belanda pada 11-15 November 1946. Sebagai mediator Lord Killearn dari Inggris.
Keputusan penting yang dihasilkan dari perundingan itu antara lain Belanda mengakui secara de facto Republik Indoneia atas wilayah Sumatera, Jawa, dan Madura. Selanjutnya, Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama untuk membentuk negara federasi dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu bagiannya adalah Republik Indonesia.
Kegagalan Perundingan Linggarjati diketahui dari pameran. Soalnya Belanda melakukan agresi militer. Agresi militer I dilaksanakan pada 21 Juli 1947. Dalam agresi militer I tentara Belanda berusaha menduduki wilayah Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya.Â
Dari konflik ini, sebagaimana info dari katalog, terbentuk Komisi Tiga Negara yang terdiri atas Australia, Belgia, dan AS. Sebagai tempat perundingan digunakan kapal perang AS Renville. Perundingan Renville diadakan pada 8 Desember 1947 sampai 17 Januari 1948.
Namun sejak 19 Desember 1948 Belanda tidak mengakui lagi hasil Perundingan Renville. Saat itu pula Belanda berhasil menguasai Yogyakarta. Soekarno, Moh. Hatta, dan beberapa anggota kabinet ditawan, yang kemudian diasingkan ke Sumatera.