Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Material Baja Museum Bahari Bertahan Ratusan Tahun

7 Juli 2019   20:10 Diperbarui: 8 Juli 2019   18:00 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Material baja murni milik Museum Bahari (Dokpri)

Setiap 7 Juli menjadi hari istimewa buat saya dan Museum Bahari. Saya lahir 7 Juli, sementara Museum Bahari mulai diresmikan sebagai museum pada 7 Juli 1977. Kini usia Museum Bahari sudah 42 tahun. Saya, jelas lebih tua dari Museum Bahari, hehehe...

Hari ini menjadi istimewa karena saya diundang dalam tumpengan Museum Bahari sekaligus pembukaan pameran temporer bertema "Gudang Megah Lumbung Kekayaan VOC". Pameran akan berlangsung hingga 31 Juli 2019.

Pameran tersebut dibuka oleh Sekretaris Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Bapak Asiantoro. Sebelumnya Bapak Eko dari Museum Bahari memberikan kata pengantar.

Penjelasan tentang materi pameran (Dokpri)
Penjelasan tentang materi pameran (Dokpri)
Kayu

Mas Ary berkenan memandu para undangan untuk menyaksikan pameran. Dari panel-panel informasi diketahui dulu Museum Bahari merupakan gudang rempah-rempah milik VOC atau Vereenigde Oostindische Compagnie. Dalam bahasa Indonesia berarti Kongsi Dagang Hindia Timur Belanda.

Gudang rempah-rempah tersebut dibangun secara bertahap. Menurut catatan, pada 1718 sampai 1774. Di gudang ini disimpan, dipilah, dan dipak rempah-rempah. Saya lihat di museum itu ada kerekan dan lubang cukup besar di lantai 2. Kemungkinan besar barang dari lantai 1 diangkat ke lantai 2.

Material kayu mengisi sebagian besar lantai 1 dan lantai 2. Dulu belum dikenal teknologi pengecoran beton bertulang. Jadi semua lantai terbuat dari kayu jati. Ini karena jati merupakan bahan yang amat kuat. Balok-balok jati besar menjadi penyangga. Ada 178 tiang penyangga di seluruh bangunan. Lantai atas terbuat dari papan-papan jati berukuran tebal.

Beberapa bagian pernah mengalami pemugaran. Ada beberapa balok kayu diganti karena kondisinya mengkhawatirkan. Maklum, Museum Bahari terletak dekat laut. Angin laut dan resapan air sangat mengganggu kondisi bangunan. Sejak dibangun hingga sekarang, Museum Bahari telah mengalami peninggian sekitar 1,5 meter dari permukaan tanah loh. Ini karena penurunan permukaan tanah beberapa sentimeter setiap tahun dan kenaikan permukaan air laut.

Tiang penyangga Museum Bahari (Dokpri)
Tiang penyangga Museum Bahari (Dokpri)
Besi

Saya amati memang luar biasa teknologi zaman dulu. Terali besi di Museum Bahari dibuat meruncing, artinya di bagian depan runcing dan di bagian belakang lebar. Ini dimaksudkan untuk membelah angin yang masuk ke dalam ruangan. Maklum dulu masih udara alam.

Kembali ke pameran, dalam panel informasi diungkapkan sejarah panjang bangunan. Setelah VOC bangkrut pada 1799, Batavia berada langsung di bawah pemerintahan Hindia-Belanda. Kebijakan saat itu adalah mengembangkan pelabuhan Tanjung Priok karena pelabuhan Sunda Kalapa di dekat Museum Bahari dipandang terlalu kecil untuk menampung kapal-kapal besar. Karena itu gudang-gudang di dekat pelabuhan Sunda Kalapa pun ikut bergeser.

Terungkap dari panel informasi, pada masa pendudukan Jepang 1942-1945, gudang-gudang dijadikan tempat perbekalan tentara Jepang. Setelah kemerdekaan, gudang tersebut menjadi aset PLN dan PTT.

Museum Bahari terdiri atas empat unit (Dokpri)
Museum Bahari terdiri atas empat unit (Dokpri)
Bagian bangunan

Selain panel informasi, pameran menampilkan bagian-bagian asli bagian bangunan museum. Ada batu bata dan genteng dari tanah liat. Ada lagi gerendel pintu, kunci, engsel, angkur, dan pengait besi.  Benda-benda besi itu terbuat dari baja murni. Tak heran, sebagian besar masih mampu bertahan hingga sekarang.

Januari 2018 lalu Museum Bahari mengalami musibah kebakaran. Nah, sisa-sisa bahan yang gosong ikut dipamerkan. Mulai 1 Juli 2019 lalu upaya merenovasi Museum Bahari tengah dilakukan. Semoga segera selesai.

Oh ya, Museum Bahari berfungsi sebagai tempat menyimpan, memelihara, mengonservasi, dan menyajikan koleksi yang berhubungan dengan kehidupan kebaharian dan kenelayanan bangsa Indonesia. Ada koleksi miniatur perahu tradisional, ada peralatan kapal modern. Selain itu ada penggambaran tokoh-tokoh pejuang dan diorama bangsa asing yang masuk ke Nusantara.

Museum Bahari mudah dicapai loh. Museum ini terletak di Jalan Pasar Ikan Nomor 1, Jakarta Utara. Adanya menara di tepi jalan menandai lokasi Museum Bahari. Menara dan museum terletak berseberangan. Dulu titik nol Batavia ada di menara ini.

Tiket masuk Museum Bahari cukup murah, hanya Rp5.000. Di hari libur banyak wisatawan asing datang ke sini. Ayo, jangan mau kalah dengan mereka. Datanglah ke Museum Bahari, karena bukan hanya gudang rempah tapi juga gudang ilmu pengetahuan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun