Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perabot Jati Kuno Warisan Orang Tua

16 Juni 2019   10:35 Diperbarui: 17 Juni 2019   14:47 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ini yang disebut meja toilet atau meja rias, saat ini saya gunakan untuk menaruh barang (Dokpri)

Gegara rumahku mau ambrol---genteng pecah, semen tembok rontok, kayu-kayu kena rayap dan sebagainya---terpaksa rumahku dikosongkan. Barang-barang yang ada di sana kemudian dibawa ke rumah mertuaku yang cukup besar.

Rumahku tersebut beli cicilan pada 1988. Besar cicilannya Rp85.510 sebulan. Dulu dikenal sebagai rumah BTN atau lengkapnya KPR-BTN, artinya Kredit Pemilikan Rumah Bank Tabungan Negara. Kalau ada uang lebih, saya setor Rp100.000. Yah lumayan, dari jangka waktu 15 tahun, saya hanya menjalani cicilan selama 12 tahun.

Rumah tersebut tipe 45 dengan tanah seluas 133 meter. Karena masih ada tanah kosong, saya buat ruang tambahan sekitar 25 meter. Sayang, saya tidak memiliki budget cukup sehingga cuma dikit-dikit saja mampu dandani rumah.

Sekarang, kalau dijual cuma tanah seluas 133 meter yang berharga. Laku Rp5 juta per meter sudah luar biasa. Saya pun seakan berlomba, mencari budget sekitar Rp100 juta untuk mendandani rumah 70 meter atau menjualnya.

Lemari pakaian berbahan jati tua (Dokpri)
Lemari pakaian berbahan jati tua (Dokpri)

Perabotan jati

Banyak perabotan jati dari rumah saya itu. Bukan sembarang jati tapi jati yang berusia tua sehingga dikenal sebagai jati tua. Maklum warisan dari kakek nenek dan orang tua. Ketika dipindahkan ke rumah mertua, butuh tiga truk untuk mengangkutnya.

Betapa sempitnya rumah mertua sekarang. Apalagi mertua saya juga memiliki banyak perabotan jati. Saat ini susah menata ruangan karena terlalu banyak perabotan jati. Ada yang berukuran besar, sedang, dan kecil. Demikian saya mengategorikan.

Kalau saja satu truk barang tidak disumbangkan ke panti sosial, mungkin tidak ada tempat tersisa di rumah mertua. Seingat saya dari barang-barang yang disumbangkan ada beberapa perabotan jati, seperti ranjang besar, ranjang kecil, meja sedang, dan empat kursi tamu.

Kuitasi pembelian lemari bertanggal 27 April 1957 (Dokpri)
Kuitasi pembelian lemari bertanggal 27 April 1957 (Dokpri)

Lemari pakaian

Di antara perabot jati itu ada lemari pakaian. Ketika diangkut dan diturunkan dari truk, butuh enam orang. Betapa beratnya lemari jati itu.

Lemari ini berusia cukup tua. Itu hadiah dari kakak ipar ayah saya ketika ayah dan ibu melangsungkan pernikahan. Masih ada kuitansi di dalam lemari. Tertulis pada kuitansi itu, "Lemari kaca 2 pintu tempat pakean  dan 1 meja toilet kaca bunder dan bangkunya". 

Barang tersebut dibeli dari Toko Ho Beng Tok yang beralamat di Jalan Gajah Mada 38, Jakarta. Harga perabotan itu Rp5.000 sesuai kuitansi bertanggal 27 April 1957. Jadi saat ini sudah berusia 62 tahun. Entah sekarang toko itu berubah menjadi apa.

Ciri khas adanya kotak-kotak mewarnai perabotan jati itu. Saat ini kondisi sudah kusam karena belum pernah sekalipun dipelitur ulang. Semoga kalau ada budget saya bisa membuat perabotan tersebut menjadi ciamik. 

Terus terang, saya lebih suka pelitur dengan cara manual menggunakan spiritus dan sirlak daripada cara semprot. Sepertinya warna dengan teknik bal-balan lebih alami karena garis-garis kayunya jelas terlihat. Semoga juga saya mampu memperbaiki rumah yang ambrol dan membawa kembali semua perabotan jati ke sana.

Ini yang disebut meja toilet atau meja rias, saat ini saya gunakan untuk menaruh barang (Dokpri)
Ini yang disebut meja toilet atau meja rias, saat ini saya gunakan untuk menaruh barang (Dokpri)

Kokoh

Wah lemarinya kokoh, buatan Klender aja kalah nih. Begitu kata beberapa orang yang pernah melihat lemari tersebut. Dalam perjalanan waktu, beberapa pegangan pintu atau laci telah pecah. Maklum terbuat dari plastik. Semoga pegangan seperti itu masih mudah dicari.

Karena bertumpuk di rumah mertua, saya tempatkan apa saja di dalam lemari dan laci itu. Letaknya pun masih berdempet-dempet dengan beberapa lemari lain. Ruangan menjadi porak-poranda karena kehadiran perabot jati.

Meskipun saya sering bebenah, susah menggeser barang-barang berat itu. Entah sampai kapan rumah yang seperti kapal pecah itu, bisa tertata dengan baik.

Saat ini perabot jati jarang disukai kebanyakan orang. Umumnya mereka lebih menyenangi perabot dari kayu lapis dan sejenisnya karena ringan dan murah. 

Menurut seorang rekan pedagang mebel antik di Ciputat, perabot jati kuno semakin mahal. Biasanya orang-orang berduit yang mengoleksi barang-barang seperti itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun