Nah, saya begitu terpanggil ketika banyak masyarakat di daerah kesulitan mendapatkan buku Sepurmudaya. Maka sejak 2011 saya mulai berbagi buku ke taman baca masyarakat daerah lewat program HIBU (Hibah Buku).Â
Saya lihat minat baca mereka cukup tinggi. Mereka yang umumnya berpenghasilan tidak menentu ternyata rela berbagi untuk masyarakat sekitar.
Sebenarnya banyak permintaan buku ke saya. Sayang sebagai freelancer, penghasilan saya tidak menentu. Boleh dibilang 'Tempo', tempo-tempo dapat duit, tapi lebih sering gak dapat duit. Gaji gak ada, uang pensiun gak ada, THR dan bonus pun gak ada.Â
Bahkan penghasilan semakin menurun, seiring makin pudarnya keberadaan  media cetak. Dulu saya mendapat banyak honorarium dari media-media cetak, seperti koran dan majalah. Sebagian honorarium saya sisihkan untuk biaya mengambil buku dan ongkos kirim ke berbagai daerah.
Malah untuk meningkatkan minat baca masyarakat, sejak 2015 saya membuat gerakan literasi yang disebut KUBU (Kuis Buku) dan GEMAR (Gerakan Menulis Arkeologi). Â Peminat KUBU dan GEMAR cukup banyak. Ternyata para mahasiswa kalau dirangsang dengan hadiah buku, mampu menulis.
Kalau dihitung, buku-buku saya seluruhnya, berjumlah ribuan eksemplar. Saat ini buku-buku tersebut tersebar di beberapa tempat. Maklum saya belum punya budget untuk membuat Perpustakaan Pribadi. Rak-rak buku pun sudah waktunya diganti karena terbuat dari serbuk gergaji. Akhir 2018 lalu empat rak buku, termasuk banyak buku, rusak parah diserang rayap.
Semoga kalau sudah ada budget, saya bisa membuat Perpustakaan Pribadi yang bisa dimanfaatkan oleh rekan-rekan saya dan juga komunitas. Pokoknya perpustakaan pribadi untuk masyarakat.Â
Di sini bisa dilakukan rapat atau omong-omong, termasuk diskusi yang bermanfaat. Perpustakaan Pribadi akan dilengkapi kafe kecil, yah sekadar teman-teman bisa ngopi dan bikin mie instan. Yah inilah impian seorang arkeolog yang mengabdi untuk masyarakat.