Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Linguistik dan Arkeologi Membantu Kajian Toponimi Bandar-bandar Kuno

15 Januari 2019   08:27 Diperbarui: 15 Januari 2019   08:56 1235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana dalam sidang promosi (Dokpri)

Penelitian Henny mencakup aspek linguistik, arkeologi, sejarah, dan lokasi geografis kota-kota pelabuhan yang berkaitan dengan kejayaannya sebagai pelabuhan internasional. Dalam disertasi tersebut Henny membahas tujuh pelabuhan kuno yakni Banten, Sunda Kelapa, Cirebon, Jepara, Tuban, Gresik, dan Surabaya. Sumber-sumber tertulis yang digunakan berupa prasasti, naskah kuno, berita Cina, arsip kolonial, folklore, dan kamus.

Dalam Prasasti Trowulan 1 atau Canggu, misalnya, terdapat gambaran umum mengenai Tuban dan sekitarnya yang berperan sebagai pelabuhan regional dan internasional. Lalu ada Prasasti Kamalagyan yang menyebutkan pelabuhan Hujung Galuh. Sementara naskah kuno yang digunakan antara lain Kakawin Nagarakretagama, Kitab Pararaton, dan Kidung Harsawijaya.

Kesimpulan Henny, ditemukan secara etimologis ketujuh toponimi yang diteliti memiliki akar kata yang berasal dari Bahasa Sanskerta, Jawa Kuno, Jawa, dan Sunda. Terdapatnya akar kata Sanskerta membuktikan bangsa Indonesia telah melakukan kontak budaya dengan bangsa India sejak lama. Sementara fitur-fitur arkeologi yang ada menunjukkan konteks budaya berbagai bangsa yng melingkupi setiap bandar, dalam kaitannya dengan sebutan Nusantara sebagai poros maritim dunia pada masa dahulu.

"Dengan mempelajari budaya masyarakat pada masa lalu yang menyatukan Nusantara di masa kejayaan jalur rempah sebagai jalur perdagangan internasional, diharapkan dapat memperkuat identitas bangsa Indonesia kembali sebagai poros maritim dunia," demikian Henny.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun