Ruang pamer tetap museum berada di lantai satu. Di bagian kanan ada cerita tentang replika relief Candi Borobudur yang menggambarkan kapal. Ada lagi replika artefak gerabah dari Sriwijaya, Majapahit, dan kapal Tek Sing. Kapal Tek Sing pernah membawa kargo tapi muatannya tenggelam di perairan Indonesia. Pada ruang yang sama, juga terdapat miniatur kapal asing yang datang ke Nusantara pada abad pertengahan.
Ke arah kiri terdapat panel VOC, pelabuhan sebagai pertahanan, pelabuhan Belawan, pelayaran abad ke-15---16, dan miniatur crane. Tiap-tiap ruangan memiliki cahaya cukup terang. Beberapa spot instagramable ada di sini. Pihak museum menyediakan tali dan papan yang membuat seolah-olah pengunjung sedang bermain ski.
Selain koleksi museum, pengunjung bisa melihat koleksi di luar museum berupa kapal-kapal besar yang sedang bersandar. Dari lantai dua, kapal-kapal ini jelas terlihat. Namun kalau mau lebih jelas, kita harus naik ke menara pandang. Menara pandang terletak di tingkat tertinggi. Karena menghadap ke laut, maka kita dapat melihat aktivitas dermaga dari atas.
Menurut Ibu Tinia, sementara ini untuk mengunjungi museum harus secara rombongan. Rencananya Mei atau Juni 2019 museum akan grand launching dan bisa dikunjungi individu. Mulai Januari 2019, pengunjung akan diberi suguhan tambahan, berupa paket museum plus mengunjungi obyek-obyek tertentu.
Keberadaan Museum Maritim Indonesia menuai kekaguman banyak pihak. Â Termasuk dari Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid. Di akun instagramnya beliau menulis, "Terobosan keren dari PT Pelabuhan Indonesia aka Pelindo: bikin museum maritim. Salah satu resolusi Kongres Kebudayaan adalah optimalisasi aset negara, termasuk BUMN, untuk kepentingan kebudayaan. Pelindo rupanya langsung aksi. Bangunan yang semula jadi kantor pusatnya diubah jadi museum".
Pada bagian lain Hilmar menulis, "Koleksinya belum banyak tapi storyline dan penataan, termasuk beberapa miniatur, sangat bagus. Salut buat tim kerja @pekerjamuseum, para kurator, desainer, dan lainnya. Markotop!".
Kita harapkan museum ini tetap mempertahankan konsistensinya. Biasanya museum bagus di awal tapi lama-kelamaan semakin menurun kualitasnya karena berganti pimpinan yang kurang peduli museum.
Soal kemungkinan bencana, seperti dikatakan Bapak Fitra, perlu diperhatikan. Apalagi ruang pamer terletak di lantai satu yang tidak jauh dari laut. Meskipun koleksi museum bukan berkategori Cagar Budaya, tetap saja harus menjadi perhatian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H