Amalia Astari menitikberatkan penelitian pada arsip koran berbahasa Belanda periode 1920-1930. Dari koran-koran tersebut diketahui kelas pekerja di Sawaloento (sebutan dalam bahasa Belanda) terdiri atas pekerja narapidana, buruh kasual, kuli kontrak, dan kuli bebas. Dari koran-koran kolonial itu diketahui isu yang banyak muncul adalah tentang reputasi Sawahlunto sebagai kota tambang, kecelakaan pekerja tambang, konflik pekerja tambang, dan hukuman cambuk.
Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat, Nurmatias Zakaria, mencatat di Sawahlunto terdapat 74 cagar budaya, antara lain berupa rumah tinggal, tugu, gereja, asrama, rumah sakit, stasiun, pasar, dan makam keramat. Nurmatias menekankan arti pelestarian, yang mencakup pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan. Â
Seminar Sawahlunto dan pameran Sawahlunto memiliki lima tujuan, yakni:
- Menggali khasanah mutakhir sejarah, arkeologi, seni, dan budaya Kota Sawahlunto.
- Mendokumentasikan temuan kajian atau penelitian Kota Sawahlunto yang bersifat multidisipliner.
- Mendiseminasikan dan mempublikasi hasil kajian atau penelitian Kota Sawahlunto baik nasional maupun internasional.
- Mendukung dan memperkuat penetapan Kota Sawahlunto sebagai kota industri batu bara warisan budaya dunia yang diakui oleh Unesco.
- Membuka potensi Kota Sawahlunto sebagai Wisata Kota Tambang masa depan yang bermanfaat bagi masyarakat Sawahlunto.
Kegiatan pameran (3-7 Desember 2018) dan seminar (5 Desember 2018) Sawahlunto diselenggarakan oleh FIB UI bekerja sama dengan Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman. Komunitas Luar Kotak turut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
Budaya Jawa masih terasa di Sawahlunto. Nama Mbah Soero dan kesenian wayang, belum lagi kuda kepang, cukup memberi gambaran. Belum lagi nama Adinegoro, tokoh pers yang dikemukakan di atas, yang nama sebenarnya Djamaludin, terasa Jawanya.
Pada 2014 Sawahlunto pernah mendapat penghargaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai kota yang peduli pada warisan budaya. Semoga Sawahlunto bisa menuju pentas dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H