Agar dimengerti masyarakat, banyak surat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Terjemahan surat tersebut bisa disaksikan dalam panel pameran.
Menurut Direktur Sejarah, Ibu Triana Wulandari, pameran surat sebagai sumber sejarah, baru pertama kali dilaksanakan. Diharapkan generasi muda memahami makna dari surat-surat tersebut.
Sebelum menjadi Perdana Menteri, Sutan Sjahrir pernah diasingkan ke Digul. Dalam suratnya bertanggal 30 Mei 1935, ia menulis untuk istrinya di Belanda, Maria Duchateu.
"Di dalam diri kita begitu banyak hal sepele, begitu banyak kebodohan dan piciknya pandangan. Aku terkejut melihat itu ada di dalam diriku sendiri," begitu awal surat Sjahrir.
Sukarno pada 1927 menulis ucapan terima kasih kepada Samuel Koperberg atas pemberian buku. Surat itu ditulis dalam Bahasa Belanda. Pada 1948 Sukarno menulis surat kepada Ali Sastroamidjojo soal kunjungan ke India dengan Bahasa Indonesia. Hatta menulis kepada putrinya, Gemala, memakai mesin tik. Isinya antara lain, "Ayah tidak mengira di Sydney juga ada restoran Padang...mungkin cuma di bulan saja yang tak ada restoran Padang". Hatta memang kelahiran Sumatera Barat.
Pameran ditata sedemikian rupa. Setiap tokoh mendapat porsi cukup banyak. Ayo mengenal sejarah, mengerti sejarah, dan tidak meninggalkan sejarah.
Pameran masih berlangsung selama beberapa hari lagi. Penutupan dilakukan pada 22 November 2018. Buruan datang yah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H