Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tjipto Mangoenkoesoemo, Dokter Multitalenta yang Berjiwa Sosial

29 Oktober 2018   19:47 Diperbarui: 29 Oktober 2018   19:48 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para peserta diskusi (Dokpri)

Bila membaca atau mendengar nama Tjipto Mangoenkoesoemo, yang dalam EYD menjadi Cipto Mangunkusumo, mungkin bayangan tertuju pada sebuah rumah sakit pemerintah di Jakarta. RSCM, singkatan dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, begitulah nama yang dikenal masyarakat.

Cipto Mangunkusumo memang seorang dokter yang lahir pada 1886. Ia mendaftar pada sekolah kedokteran STOVIA pada 1 Maret 1899 dan dinyatakan lulus pada 28 Oktober 1903. Pendidikan lanjutannya diselesaikan pada 1905.  Setelah lulus sekolah kedokteran, kiprahnya mulai meluas. Ia dikenal berpendirian tegas, pemberani, dan anti budaya feodal. Suatu ketika Cipto pernah memimpin gerakan anti raja, yakni Pakubuwana X dan Mangkunegara VII. Ia geram karena pajak yang digunakan untuk menghidupi dua kerajaan itu sangat memberatkan.

Demikianlah hal yang terungkap dari diskusi bertajuk "Tjipto: Pergerakan Politik Sang Dokter" dengan pembicara Prof. Djoko Marihandono dari FIB UI dan Iswara N. Raditya, jurnalis tirto.id. Sebagai moderator Firman Faturohman dari Museum Bahari. Acara berlangsung di Museum Kebangkitan Nasional, yang dulunya memang Gedung STOVIA, pada Senin, 29 Oktober 2018. Acara itu dihadiri dosen, guru, mahasiswa, pelajar, dan komunitas.

Para peserta diskusi (Dokpri)
Para peserta diskusi (Dokpri)
Multitalenta

Menurut kedua pembicara, Cipto merupakan tokoh multitalenta. Setelah lulus dari STOVIA, Cipto bekerja sebagai dokter di Banjarmasin (1905). Setahun kemudian ia dipindahkan ke Demak sampai 1909. Ketika pada 1910 wabah pes menyerang Jawa Timur, terutama Malang, Cipto menawarkan diri ke sana. Maklum karena pes merupakan penyakit yang mematikan, banyak dokter enggan dikirim ke sana.

"Suatu ketika Cipto menemukan bayi tergolek di sebuah rumah yang akan dibakar karena seluruh penghuni rumah sudah meninggal terkena pes. Bayi itu diangkatnya sebagai anak dan diberi nama Pes Djati," kata Iswara.

Selain dokter, Cipto merupakan jurnalis yang andal. Tulisannya banyak dimuat berbagai media cetak kala itu dan mempengaruhi kaum pergerakan. Kiprah lain yang tidak boleh dilupakan adalah dalam organisasi Budi Utomo. Ia menduduki jabatan komisaris Budi Utomo berdasarkan Kongres I Budi Utomo di Yogyakarta pada 5 Oktober 1908.

Keluar dari Budi Utomo, bersama Soewardi Soerjaningrat dan Douwes Dekker, Cipto mendirikan Indische Partij pada 6 September 1912. Mereka dikenal sebagai Tiga Serangkai.  Pemerintah Hindia-Belanda menganggap Tiga Serangkai sangat vokal. Maka pada 1913 ketiganya diasingkan. Cipto ke Banda, Soewardi ke Bangka, dan Douwes Dekker ke Kupang. Bahkan Cipto sempat diasingkan ke Belanda.

Inspirasi Sukarno

Pada 1920 Cipto sering menerima para pemuda di rumahnya di Tegallega, Bandung. Beberapa kali ia menerima Sukarno. Sukarno mengajak diskusi tentang kemerdekaan Indonesia. Dokter Cipto rupanya menjadi inspirasi Sukarno.

Sayang dr. Cipto tidak sempat melihat kemerdekaan Indonesia karena pada 1943 ia meninggal dunia. Namun namanya tetap dikenang sebagai dokter milik masyarakat yang mengedepankan jiwa sosial. Ia jarang menerima bayaran dari pasien tidak mampu.

Itulah yang membuat Sukarno takjub dan ingin mengadikan nama Cipto Mangunkusumo. Pada Maret 1964, Sukarno memanggil tim dokter dari CBZ (Centraal Burgurlijke Ziekenhuis). Beliau bermaksud mengganti nama CBZ yang berbau Belanda dan menjadikan rumah sakit itu sebagai rumah sakit rakyat. Akhirnya pada 17 Agustus 1964 nama rumah sakit CBZ di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, diubah menjadi Rumah Sakit Dokter Tjipto Mangoenkoesoemo, yang saat ini dikenal sebagai RSCM.

Sebelumnya pada 2 Mei 1964 Cipto ditetapkan sebagai pahlawan. Hampir dua bulan setelah itu keluar Surat Keputusan Presiden tentang pengangkatannya sebagai Pahlawan Nasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun