Setiap tahun masyarakat Indonesia merayakan Hari Sumpah Pemuda pada 28 Oktober. Ada berbagai acara yang digelar, dari yang ilmiah hingga nonilmiah. Mungkin karena tahun ini 28 Oktober jatuh pada Minggu, maka pesta para pemuda-pemudi pun sangat ramai. Sebenarnya, hari ini saya memperoleh empat undangan acara. Namun karena hampir berbarengan waktunya, tentu saja saya harus memilih satu.
Pilihan saya adalah menghadiri acara Gebyar Sumpah Pemuda yang diselenggarakan oleh Direktorat Sejarah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Saya lihat peserta yang hadir sebagian besar adalah generasi milenial. Memang Direktorat Sejarah mengundang berbagai kalangan generasi muda seperti pelajar, mahasiswa, pramuka, dan komunitas. Generasi "zaman old" juga ada, paling-paling sebagai pembina atau penasihat.
Seusai melakukan registrasi, peserta mendapat semangkok bubur kacang hijau dan sepotong roti, ditambah sebotol air minum dan kaos. Maklum acara dimulai pagi, sehingga banyak peserta belum sarapan.
Sekitar pukul 07.00 acara santai dimulai. Peserta diajak berolahraga ringan berupa senam Maumere dan Poco-poco. Setelah itu acara inti, diawali menyanyikan lagu Indonesia Raya tiga stanza. Berikutnya pembacaan doa oleh Tarmizi Taher sebagaimana disebutkan pembaca acara. Padahal seharusnya Tirmizi. Maklum si pembawa acara belum akrab dengan nama Tirmizi.
Sambutan pertama diberikan oleh Direktur Sejarah, Ibu Triana Wulandari. Beliau mengimbau para pemuda untuk merefleksikan kembali 28 Oktober dengan mengikat Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa, Indonesia. Beliau pun mengajak anak Indonesia untuk mengisi kegiatan dengan berbagai kreasi dan inovasi sebagai anak bangsa yang berkarakter. Acara Gebyar Sumpah Pemuda dibuka oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Didik Suhardi.
Stand up comedy ikut mengisi acara gebyar ini. Tentu saja tetap bertema Sumpah Pemuda. Tampil komikus David Nurbianto dan Jupri yang menghibur peserta gebyar. Sebelumnya ada Monolog Sumpah Pemuda oleh Marcela Zalianty dan Pembacaan Ikrar Pemuda. Â Di sela-sela itu ada penampilan band dengan lagu-lagu perjuangan.
Yang cukup seru adalah kuis sejarah. Namanya generasi milenial, yah harus menggunakan ponsel lewat aplikasi yang harus diunduh. Pertanyaannya cukup ringan, cuma memilih jawaban a, b, c, atau d. Kuis ini dipandu oleh Akmal dan Tendi dari Direktorat Sejarah. Para pemenang tentu saja memperoleh hadiah.
Kuis yang lebih seru diselenggarakan menjelang akhir acara. Perangkat yang digunakan tetap ponsel. Akhirnya tiga orang dinyatakan sebagai pemenang. Mereka memperoleh laptop (juara 1), sepeda (juara 2), dan ponsel (juara 3). Ketiga pemenang itu berasal dari komunitas. Kebetulan juara 2, Yazid, berasal dari Kelompok Pemerhati Budaya dan Museum Indonesia (KPBMI), komunitas binaan saya.
Ratih Ibrahim menceritakan bagaimana dampak berita hoaks dari internet. Jadi generasi muda harus bisa menyaring dan melakukan ricek kepada sumber terpercaya. Menurut Ratih kita harus hati-hati apabila ada berita yang menuliskan "viralkan" atau "sebarkan".
Hilmar Farid mengharapkan peserta yang hadir sekarang, pada 20 tahun mendatang bisa menjadi pelopor di berbagai bidang.
Presiden Sukarno pernah mengeluarkan kalimat fenomenal, "Beri aku sepuluh pemuda, maka akan kuguncang dunia". Berbagai kegiatan pada zaman kolonial memang umumnya dilakukan oleh para pemuda.Â
Kita harapkan para pemuda sebagaimana harapan Sukarno, akan lahir dalam waktu dekat. Dengan demikian negara kita akan damai, tidak tercabik-cabik karena perbedaan, ujaran kebencian, atau dimanfaatkan oleh politikus-politikus sontoloyo. Gebyar Sumpah Pemuda harus menjadi momen kebangkitan pemuda.
 Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H