Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pulau Bersejarah di Kepulauan Seribu Bisa Menjadi Museum Langka di Tengah Laut

1 September 2018   09:56 Diperbarui: 1 September 2018   10:15 1079
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari kedua Rapat Teknis Pengelolaan Museum Terkait Sejarah oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta diisi kunjungan lapangan ke Pulau Cipir dan Pulau Onrust. Kedua pulau itu terletak di gugusan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara.

Rombongan berangkat pagi dari dermaga Marina, Ancol. Perjalanan memakai kapal cukup besar,  memuat sekitar 100 orang. Pulau pertama yang dikunjungi adalah Pulau Cipir. Lama perjalanan ke sana sekitar 20 menit.

Museum Onrust memamerkan hasil penggalian arkeologi di sana (Dokumentasi pribadi)
Museum Onrust memamerkan hasil penggalian arkeologi di sana (Dokumentasi pribadi)
Cipir

Nama sebenarnya Pulau Cipir adalah Kuifer. Maklum, pulau itu sudah digunakan sejak zaman Belanda pada abad ke-17.  Menurut buku Laporan Penggalian Arkeologi Pulau Cipir (1983), pembangunan pertama di sana dilakukan pada 1668 berupa satu dermaga. 

Pada 1675 dibangun lagi satu kincir angin untuk menggergaji kayu. Pada masa itu terdapat dok-dok alam tempat kapal VOC diperbaiki. Beberapa gudang juga dibangun di Pulau Cipir, untuk menyimpan beras dan barang-barang lain yang akan dibawa ke Eropa.

Boleh dibilang Pulau Cipir merupakan cabang Pulau Onrust yang berada di dekatnya. Dulu kapal-kapal yang masuk ke dok di Pulau Onrust membongkar muatannya di Pulau Cipir. J. Rach pernah melukis dok-dok alam itu. Diperkirakan letaknya di sebelah selatan karena pantai-pantai lain di sekelilingnya dangkal. Dari lukisan Rach itu juga didapat keterangan bahwa di Pulau Cipir terdapat budak-budak yang dirantai untuk melakukan pekerjaan pada masing-masing kapal.

Pulau Cipir, menurut buku laporan itu, pernah tiga kali diserang oleh pasukan Inggris. Serangan pertama pada 1800 menghancurkan pulau tersebut. Serangan selanjutnya pada 1806 dan 1810. 

Setiap hancur, pemerintah VOC membangun kembali. Diperkirakan bangunan-bangunan yang tersisa sekarang, dibangun setelah penyerangan terakhir 1810. Sisa-sisa periode sebelumnya masih berada di bawah tanah sebagaimana penggalian arkeologi yang pernah dilakukan di sana.

Menurut laporan itu, sebagian besar bangunan telah runtuh karena kikisan air laut. Bangunan-banguna nitu antara lain bekas kamar operasi, termasuk meja operasi. Semuanya longsor ke laut tapi masih dalam keadaan utuh.

Pada 1980-an Pulau Cipir pernah berganti nama menjadi Pulau Kahyangan. Ini karena Pulau Cipir dikelola oleh perusahaan swasta.

Sisa-sisa tembok pembatas untuk mencegah tikus masuk. Penyakit akibat kencing tikus merupakan wabah serius di Pulau Onrust abad ke-18 Masehi (Foto: Ali Akbar)
Sisa-sisa tembok pembatas untuk mencegah tikus masuk. Penyakit akibat kencing tikus merupakan wabah serius di Pulau Onrust abad ke-18 Masehi (Foto: Ali Akbar)
Onrust

Pulau Onrust lebih populer daripada Pulau Cipir. Ini bisa dilihat dari kata onrust, yang berarti tidak pernah istirahat. Menurut Laporan Penggalian Arkeologi Pulau Onrust Kepulauan Seribu (1985), Pulau Onrust mulai dikenal pada 1619. 

Ketika itu dipergunakan sebagai tempat perbaikan galangan kapal Kompeni. Pada tahun-tahun berikutnya didirikan benteng kecil dan rumah sakit. Benteng didirikan pada 1656 untuk menjaga keamanan kapal-kapal yang sedang diperbaiki. Didirikan pula penjara dan dua buah kincir angin.

Seperti halnya Pulau Cipir, pulau ini pun pernah dihancurkan Inggris. Terakhir pada 1810. Pada 1828 Pemerintan Belanda mulai mendirikan bangunan baru. Pada 1848 mulai dibangun pangkalan angkatan laut dan pada 1856 dibangun dok apung kering.

Pada 1942 Pemerintah Jepang menjadikan Pulau Onrust sebagai tempat penjara dan karantina haji. Fungsi terakhirlah yang lebih dikenal hingga sekarang. Soalnya sisa-sisa bangunan tersebut masih tampak.

Selain bangunan, di Pulau Onrust juga terdapat museum kecil. Museum itu memamerkan berbagai hasil penggalian arkeologi, seperti keramik, batu bata, pipa gouda, dan benda logam. Lihat juga tulisan saya di sini.

Laporan penggalian arkeologi Pulau Cipir dan Onrust 1983/1985 (Dokumentasi pribadi)
Laporan penggalian arkeologi Pulau Cipir dan Onrust 1983/1985 (Dokumentasi pribadi)
Karantina haji

Kunjungan ke Pulau Cipir dan Onrust dipandu oleh Pak Candrian, arkeolog yang pernah beberapa tahun menggali dan mengepalai kawasan Onrust. Ia bercerita tentang penyakit yang diderita para haji. Lalu upaya untuk menanggulangi wabah tikus dengan membuat pagar khusus agar tikus sulit masuk.

Pak Candrian mengkhawatirkan kalau wisata massal berlangsung di pulau bersejarah. Selama ini pulau-pulau tersebut, termasuk pulau-pulau lain di sekitarnya, telah mengalami penyusutan cukup banyak karena pengikisan oleh air laut. Pasir di pulau mungkin akan hilang sedikit demi sedikit karena menempel pada alas kaki pengunjung. Diperkirakan 35 tahun mendatang keadaan pulau akan kritis.

Saya lihat banyak fasilitas baru dibuat dalam rangka mendukung kepariwisataan. Seharusnya ada gotong royong antarinstansi karena kita bicara pariwisata dan pelestarian. Penelitian arkeologi harus segera dilakukan secara mendalam untuk mengorek informasi tentang periode abad ke-17 sampai ke-19. Informasi itulah yang belum tampak ke permukaan karena artefak-artefaknya masih terpendam di dalam tanah.

Mengingat waktu, ketika itu Pulau Kelor dan Pulau Bidadari hanya dilewati. Jadi saat ini kita punya empat pulau bersejarah, yakni Cipir, Onrust, Kelor, dan Bidadari. Kalau ditangani serius dengan pengelolaan profesional,  inilah museum  langka karena berupa kawasan cagar budaya dan di tengah laut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun