Hari kedua Rapat Teknis Pengelolaan Museum Terkait Sejarah oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta diisi kunjungan lapangan ke Pulau Cipir dan Pulau Onrust. Kedua pulau itu terletak di gugusan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara.
Rombongan berangkat pagi dari dermaga Marina, Ancol. Perjalanan memakai kapal cukup besar, Â memuat sekitar 100 orang. Pulau pertama yang dikunjungi adalah Pulau Cipir. Lama perjalanan ke sana sekitar 20 menit.
Nama sebenarnya Pulau Cipir adalah Kuifer. Maklum, pulau itu sudah digunakan sejak zaman Belanda pada abad ke-17. Â Menurut buku Laporan Penggalian Arkeologi Pulau Cipir (1983), pembangunan pertama di sana dilakukan pada 1668 berupa satu dermaga.Â
Pada 1675 dibangun lagi satu kincir angin untuk menggergaji kayu. Pada masa itu terdapat dok-dok alam tempat kapal VOC diperbaiki. Beberapa gudang juga dibangun di Pulau Cipir, untuk menyimpan beras dan barang-barang lain yang akan dibawa ke Eropa.
Boleh dibilang Pulau Cipir merupakan cabang Pulau Onrust yang berada di dekatnya. Dulu kapal-kapal yang masuk ke dok di Pulau Onrust membongkar muatannya di Pulau Cipir. J. Rach pernah melukis dok-dok alam itu. Diperkirakan letaknya di sebelah selatan karena pantai-pantai lain di sekelilingnya dangkal. Dari lukisan Rach itu juga didapat keterangan bahwa di Pulau Cipir terdapat budak-budak yang dirantai untuk melakukan pekerjaan pada masing-masing kapal.
Pulau Cipir, menurut buku laporan itu, pernah tiga kali diserang oleh pasukan Inggris. Serangan pertama pada 1800 menghancurkan pulau tersebut. Serangan selanjutnya pada 1806 dan 1810.Â
Setiap hancur, pemerintah VOC membangun kembali. Diperkirakan bangunan-bangunan yang tersisa sekarang, dibangun setelah penyerangan terakhir 1810. Sisa-sisa periode sebelumnya masih berada di bawah tanah sebagaimana penggalian arkeologi yang pernah dilakukan di sana.
Menurut laporan itu, sebagian besar bangunan telah runtuh karena kikisan air laut. Bangunan-banguna nitu antara lain bekas kamar operasi, termasuk meja operasi. Semuanya longsor ke laut tapi masih dalam keadaan utuh.
Pada 1980-an Pulau Cipir pernah berganti nama menjadi Pulau Kahyangan. Ini karena Pulau Cipir dikelola oleh perusahaan swasta.
Pulau Onrust lebih populer daripada Pulau Cipir. Ini bisa dilihat dari kata onrust, yang berarti tidak pernah istirahat. Menurut Laporan Penggalian Arkeologi Pulau Onrust Kepulauan Seribu (1985), Pulau Onrust mulai dikenal pada 1619.Â
Ketika itu dipergunakan sebagai tempat perbaikan galangan kapal Kompeni. Pada tahun-tahun berikutnya didirikan benteng kecil dan rumah sakit. Benteng didirikan pada 1656 untuk menjaga keamanan kapal-kapal yang sedang diperbaiki. Didirikan pula penjara dan dua buah kincir angin.
Seperti halnya Pulau Cipir, pulau ini pun pernah dihancurkan Inggris. Terakhir pada 1810. Pada 1828 Pemerintan Belanda mulai mendirikan bangunan baru. Pada 1848 mulai dibangun pangkalan angkatan laut dan pada 1856 dibangun dok apung kering.
Pada 1942 Pemerintah Jepang menjadikan Pulau Onrust sebagai tempat penjara dan karantina haji. Fungsi terakhirlah yang lebih dikenal hingga sekarang. Soalnya sisa-sisa bangunan tersebut masih tampak.
Selain bangunan, di Pulau Onrust juga terdapat museum kecil. Museum itu memamerkan berbagai hasil penggalian arkeologi, seperti keramik, batu bata, pipa gouda, dan benda logam. Lihat juga tulisan saya di sini.
Kunjungan ke Pulau Cipir dan Onrust dipandu oleh Pak Candrian, arkeolog yang pernah beberapa tahun menggali dan mengepalai kawasan Onrust. Ia bercerita tentang penyakit yang diderita para haji. Lalu upaya untuk menanggulangi wabah tikus dengan membuat pagar khusus agar tikus sulit masuk.
Pak Candrian mengkhawatirkan kalau wisata massal berlangsung di pulau bersejarah. Selama ini pulau-pulau tersebut, termasuk pulau-pulau lain di sekitarnya, telah mengalami penyusutan cukup banyak karena pengikisan oleh air laut. Pasir di pulau mungkin akan hilang sedikit demi sedikit karena menempel pada alas kaki pengunjung. Diperkirakan 35 tahun mendatang keadaan pulau akan kritis.
Saya lihat banyak fasilitas baru dibuat dalam rangka mendukung kepariwisataan. Seharusnya ada gotong royong antarinstansi karena kita bicara pariwisata dan pelestarian. Penelitian arkeologi harus segera dilakukan secara mendalam untuk mengorek informasi tentang periode abad ke-17 sampai ke-19. Informasi itulah yang belum tampak ke permukaan karena artefak-artefaknya masih terpendam di dalam tanah.
Mengingat waktu, ketika itu Pulau Kelor dan Pulau Bidadari hanya dilewati. Jadi saat ini kita punya empat pulau bersejarah, yakni Cipir, Onrust, Kelor, dan Bidadari. Kalau ditangani serius dengan pengelolaan profesional,  inilah museum  langka karena berupa kawasan cagar budaya dan di tengah laut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H