Yang saya tahu ia bernama Untoro, biasa dipanggil Uno. Hobi yang digelutinya sejak lama adalah numismatik. Ia mengoleksi berbagai jenis uang kertas dan uang logam (koin). Selain itu, ia pun mengoleksi uang perkebunan dan beberapa materi numismatik lain. Koleksi numismatiknya seabreg-abreg, dikemas dalam berbagai album. Bahkan, ia mengoleksi banyak buku numismatik dan sejarah.
Sebagai numismatis, memang kita harus sering membaca. Tidak hanya memasukkannya ke dalam album. Soalnya banyak informasi masih terselubung, artinya belum terungkap tuntas. Referensi harus digunakan untuk memperkaya pengetahuan tentang sebuah koleksi.
Karena hobinya itu, pada 2015 Uno mendirikan sebuah komunitas numismatis khusus. Nama bekennya CORE, singkatan dari Club Oeang Revoloesi. Ia duduk sebagai ketua.
Berkat keseriusannya, pada 2015 itu juga Pak Uno menerbitkan buku Oeang Noesantara. Buku itu merupakan katalog uang yang pernah beredar di Indonesia. Boleh dibilang saling melengkapi dengan buku Katalog Uang Kertas Indonesia yang telah terbit terlebih dulu.
Pak Uno senang berbagi. Ia sering membuat tulisan di Facebook. Bahkan menerbitkan buletin bernama CORE yang bermotto "Sumbangsih anak bangsa". Sudah delapan edisi ia terbitkan. Sebagian besar modal berasal dari kantongnya.
Pada acara pembukaan Pekan Numismatik Indonesia di Museum Bank Indonesia, Kamis, 23 Agustus 2018 lalu, ia pun berbagi pengetahuan. Ia bercerita tentang Oeang Republik Indonesia Daerah (ORIDA) Sumatera. Boleh dibilang ORIDA merupakan pengganti ORI. ORI pun merupakan minat utama CORE. Jadi spesialisasi CORE adalah ORI dan ORIDA masa 1945-1949.
ORIDA dikeluarkan oleh pemerintah daerah tingkat provinsi, karesidenan, kawedanaan, kabupaten, sampai wilayah militer. ORIDA hanya dikenal di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Maklum ketika itu Jawa dan Sumatera merupakan sasaran pihak lawan.
Tentu saja ORIDA terbit atas izin pemerintah pusat guna memecahkan persoalan keuangan tunai di berbagai daerah. Ini mengingat komunikasi antara pusat dengan daerah terputus akibat agresi militer Belanda pada 1947 dan 1949.
Menurut Pak Uno, ORIDA dicetak dengan bahan sederhana. Maklum dalam suasana perang. Mencetaknya pun sembunyi-sembunyi. Karena itu kualitas ORIDA tidak bagus. Meskipun begitu, ORIDA banyak dicari. Baik oleh kolektor dalam negeri maupun oleh kolektor luar negeri.
Pak Uno banyak memiliki koleksi ORIDA. Lewat ketekunannya meneliti huruf, nomor seri, tanda tangan, jenis tinta, dan jenis kertas, ia mampu mengungkap rahasia pencetakan ORIDA. Dengan demikian diketahui mana ORIDA asli dan mana yang diragukan keasliannya.
Soal palsu, numismatis menyebutnya old-fake atau palsu lama, biasanya sebagai perang urat syaraf antara pemerintah yang sah dengan pihak lawan. Lalu ada new-fake atau palsu baru, yakni bermotif kepentingan ekonomi atau mencari keuntungan pribadi.
Uang kertas ORIDA memang sulit dicari. Ada ratusan jenis, ukuran, dan nominal yang pernah beredar. Untuk itulah tugas kita bersama untuk mengumpulkan ORIDA supaya jangan lari ke mancanegara. Ada berbagai ORIDA yang berharga mahal sampai jutaan rupiah. Meskipun demikian, ada juga yang berharga 100-200 ribu, tentu tergantung kondisi koleksi tersebut. Yang jelas, tidak semua uang kuno berharga mahal sebagaimana anggapan masyarakat dewasa ini.
Pak Uno juga bercerita tentang cara mengidentifikasi ORIDA berdasarkan kode-kode huruf dan angka. Jika tidak sesuai dengan 'rumus' itu, maka keaslian uang ORIDA tersebut diragukan. Memang dulu belum ada teknologi atau kualitas kertas seperti sekarang.
Hal lain yang diperlukan adalah intuisi. Ini juga penting, kata Pak Uno. Intuisi diperlukan bila dalam mengendarai mobil kita melewati jalan sempit. Muat atau tidak muat bila mobil kita melewati jalan itu, begitulah kira-kira metodenya.
Di akhir acara Pak Uno membagikan buletin CORE secara gratis kepada seluruh peserta seminar dan workshop. Semoga pengetahuan kita bertambah yah... Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H