Menyambut HUT ke-73 RI dan menyukseskan Asian Games 2018, Museum Bank Indonesia bekerja sama dengan Club Oeang Revoloesi (CORE) menyelenggarakan acara Pekan Numismatik Indonesia. Acara tersebut berlangsung di Museum Bank Indonesia pada 23 Agustus hingga 26 Agustus 2018 dengan tema "Kilasan Numismatik dalam Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Indonesia".
Acara Pekan Numismatik Indonesia terdiri atas tiga rangkaian acara berupa (1) Seminar Sejarah Krisis di Indonesia dan Peran Bank Indonesia; (2) Workshop Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah dan Mengenal Oeang Republik Indonesia Daerah (ORIDA) Sumatera; dan (3) Pameran Numismatik Indonesia bertema Tiga Zaman dalam Kepingan Cerita.
Acara pembukaan berlangsung di auditorium Museum Bank Indonesia di kawasan Kota Tua Jakarta. Sambutan awal diberikan oleh Bapak Uno, seorang numismatis dan pendiri CORE. Selanjutnya sambutan dari Departemen Komunikasi Bank Indonesia yang membawahi Museum Bank Indonesia.
Sambutan berikutnya oleh Ibu Triana Wulandari sebagai Pelaksana Tugas atau Plt. Direktur Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman. Ibu Triana sangat mengapresiasi pameran, bahkan menawarkan bantuan karena pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, mempunyai program fasilitasi penulisan sejarah, dan sebagainya. Tentu ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi.
"Pameran numismatik Indonesia sungguh menarik. Banyak masyarakat kurang paham tentang jenis-jenis mata uang yang pernah beredar di Indonesia. Apalagi banyak koleksi langka dari masa ke masa," kata Ibu Triana.
Pembukaan pameran secara resmi dilakukan oleh Ibu Triana dengan pemukulan gong. Selanjutnya peninjauan ke ruang pameran, tidak jauh dari ruang auditorium.
Berbagai koleksi uang logam (koin) dan uang kertas tersaji dalam panel pameran. Meskipun berbentuk sederhana---maklum  dikerjakan sendiri---masyarakat  terutama generasi muda, jadi kenal uang-uang produk zaman dulu. Uang-uang kertas ORIDA memang berbentuk sederhana.
Uang ORIDA dikeluarkan masa revolusi fisik 1947 hingga 1949 akibat adanya agresi militer Belanda. Ketika itu gerak pemerintah pusat terhambat karena blokade Belanda, maka setiap kabupaten, kawedanaan, dan daerah militer di Jawa dan Sumatera diberikan keleluasaan untuk mencetak uang sendiri.Â
Uang darurat itu terbuat dari berbagai jenis bahan, seperti kertas kopi dan kertas tulis. Pokoknya kertas yang mudah didapat. Jangan bayangkan seperti zaman sekarang yah.