Sayang dalam perkembangan selanjutnya peneliti naskah Batak semakin berkurang. Bahkan, kata Roberta, pustaha lak-lak sering sengaja dibuat untuk dijadikan cendera mata dan dijual kepada para wisatawan.
Seorang penanya, Pak Simanungkalit, menyatakan tidak setuju dengan istilah Batak. Menurut manuskrip, kata yang benar adalah Toba. Kata Batak diperkenalkan oleh Belanda dan mulai dipakai oleh Nommensen ketika beliau datang ke tanah Sumatera. Selama ini memang kita mengenal etnis Batak Toba, Batak Karo, dan Batak Mandailing. "Toba dengan Karo tidak ada kesamaan," kata Pak Simanungkalit.
Entah mengapa generasi muda kita tidak tertarik akan filologi Batak. Yang justru serius meneliti adalah sarjana-sarjana Barat, yah macam Roberta ini. Perlu dukungan dari banyak pihak agar naskah-naskah Batak ini terlestarikan. Buat Anda yang tertarik masalah ini ada referensi menarik yang layak dibaca, Artikel 1 atau Artikel 2.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H