Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Video-mapping di Museum Perumusan Naskah Proklamasi

9 Agustus 2018   22:20 Diperbarui: 9 Agustus 2018   22:22 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Proyektor di bagian atas dan meja sebagai layar di bagian bawah (Dokumentasi pribadi)

Museum harus mengikuti zaman. Kalau tidak, pasti akan ditinggalkan masyarakat. Dalam zaman digital, tentu harus ada sarana pendukung untuk memberi kepuasan kepada pengunjung. Sarana pendukung yang sudah dikenal adalah teknologi layar sentuh.

Beberapa museum memang sudah menyediakan layar sentuh. Biasanya informasi tentang lokasi, deskripsi, denah, dan sebagainya mudah dicari lewat layar sentuh. Namun sayang, banyak monitor layar sentuh justru cepat rusak karena ulah pengunjung sendiri. Pencet sana pencet sini, tidak terelakkan. Apalagi oleh kalangan anak-anak yang keingintahuannya besar.

Pengunjung museum di depan monitor layar sentuh (Dokumentasi pribadi)
Pengunjung museum di depan monitor layar sentuh (Dokumentasi pribadi)
Scan dan barcode

Isi layar sentuh bisa dirancang tergantung kebutuhan pihak museum. Selain informasi, ada kuis atau game. Permainan ini boleh dikatakan menarik pengunjung. Karena diminati pengunjung, tentu masalah atau dalam istilah komputer trouble akan sering terjadi. Seyogyanya pihak museum menyediakan teknisi yang bisa bekerja cepat untuk mengantasi gangguan pada komputer atau layar sentuh.

Teknologi scan juga muncul seiring perkembangan teknologi. Apalagi kini ponsel pintar sudah banyak beredar di pasaran. Di Museum Perumusan Naskah Proklamasi ada beberapa koleksi yang dilengkapi barcode. Kita tinggal melakukan scan dengan ponsel pintar kita. Maka setelah itu akan terdengar informasi dan gambar tentang koleksi tersebut.

Monitor layar sentuh (Dokumentasi pribadi)
Monitor layar sentuh (Dokumentasi pribadi)
Video mapping

Bertepatan dengan pembukaan pameran tokoh Abikoesno Tjokrosoejoso pada 9 Agustus 2018, Museum Perumusan Naskah Proklamasi meluncurkan video mapping tentang perjalanan sejarah menjelang proklamasi 17 Agustus 1945. Boleh dibilang mirip animasi.

Video mapping itu menggunakan perangkat komputer yang diletakkan di bagian bawah. Pada bagian atas diletakkan proyektor. Gambar yang keluar disorotkan pada meja di bawahnya. Meja itu berfungsi sebagai layar. Gambar dan suara bisa dilihat dan didengar oleh pengunjung. Video mapping itu terbilang singkat sehingga bisa diulang-ulang.  

Proyektor di bagian atas dan meja sebagai layar di bagian bawah (Dokumentasi pribadi)
Proyektor di bagian atas dan meja sebagai layar di bagian bawah (Dokumentasi pribadi)
"Cukup membantu informasi," kata seorang pengunjung. Ia mengamati setiap gambar yang muncul berikut narasi suatu peristiwa.

Museum memang harus berinovasi. Tidak boleh ketinggalan oleh teknologi. Museum modern atau museum kekinian harus mampu merangkul masyarakat lewat teknologi. Adanya teknologi bisa mengundang pengunjung untuk datang ke sebuah museum.

Jantung sebuah museum tetap koleksi. Paling tidak, adanya sarana pendukung akan membantu masyarakat untuk mendapatkan informasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun