Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pada 1942-1945, Saseo Ono Memperkenalkan Mural kepada Seniman Indonesia

3 Agustus 2018   12:11 Diperbarui: 3 Agustus 2018   12:50 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dari kiri Ryo Nakamura, Aiko Kurosawa, Triana Wulandari, Didi Kwartanada, dan Amirudin Siregar (Dokumentasi pribadi)

Ryo Nakamura berbicara hubungan diplomasi kedua negara masa 1959-2018. Padahal, kata Nakamura, hubungan dengan Nusantara sudah berlangsung sejak 400 tahun lalu. Bahkan pada 1909 konsulat Jepang didirikan di Batavia.

Dalam kurun waktu 60 tahun itu Jepang banyak membantu Indonesia di bidang budaya. Beberapa instansi yang telah memperoleh bantuan, antara lain Perpustakaan Nasional, Arsip Nasional, dan Museum Tekstil. Jepang juga membantu pemugaran Candi Prambanan setelah terkena gempa pada 2000-an.

Bahasan Aiko Kurosawa mencakup masa 1945-1958. Ia menguraikan soal perayaan Idul Fitri masyarakat Indonesia di Jepang pada 1944 dan misi militer Belanda 1946. 

Ia juga berbicara tentang pampasan perang. Nah, buat yang belum tahu Hotel Indonesia, Hotel Samudra Beach, dan Hotel Kuta Beach dibangun berdasarkan pampasan perang Jepang.

Didi Kwartanada dalam pemaparannya mengatakan pada masa Hindia-Belanda, masyarakat dibagi atas tiga golongan. Yang tertinggi adalah orang Eropa dan yang paling rendah golongan bumiputera. Di antara keduanya ada golongan Timur asing, yang terdiri atas orang-orang Arab, Tionghoa, dan India. Jepang sendiri dimasukkan ke dalam golongan tertinggi karena pernah mengalahkan Tiongkok dan Rusia dalam perang.

Pada masa pendudukan Jepang, golongan Tionghoa dianggap bangsa asing. Namun pada 1943, Imlek dijadikan hari libur nasional dengan mengibarkan bendera Jepang. Pada masa itu, Jepang beberapa kali memobilisasi massa untuk melakukan pawai anti Inggris dan anti AS. Begitu cerita Didi.

Aminudin Siregar memotret perkembangan seni rupa pada masa 1942-1945. Katanya, Jepang datang ke Indonesia membawa para seniman seperti Saseo Ono, seorang karikaturis yang mendokumentasikan aktivitas militer Jepang di Indonesia. Keberadaan seniman Jepang bersumbangsih besar dalam perkembangan seni rupa. Saseo Ono malah memperkenalkan mural kepada seniman-seniman Indonesia.

Dari masa ini antara lain lahir pelukis Sudjojono. Menurut Aminudin, untuk memberikan apresiasi kepada seniman-seniman Indonesia, pada zaman Jepang ada anugerah-anugerah seni.

Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid mengakui banyak sumber sejarah dari zaman Jepang belum tergali, misalnya tentang notulen sidang BPUPKI. Ia berharap ada kerja sama penggalian sumber-sumber lama antara Indonesia dan Jepang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun