Buku-buku sejarah mengatakan penjajahan Nusantara bermula sejak kedatangan Belanda di Banten pada 1596. Sebenarnya tujuan utama mereka datang ke Banten untuk berniaga. Pada saat itu hingga abad ke-17, Kesultanan Banten sedang berjaya.
Perdagangan internasional tersebut terjadi lewat pelabuhan Karangantu. Karena kedatangan bangsa asing, Banten menjadi makmur. Cerita tentang Kesultanan Banten memang hanya tinggal sejarah. Namun kejayaan dan peninggalannya masih dapat dilihat di Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama, di Desa Banten, Kecamatan Kasemen. Banten Lama merupakan istilah yang diberikan kalangan arkeologi, untuk membedakannya dari Banten Girang.
Museum Banten Lama berjarak sekitar 12 kilometer dari Kota Serang. Saya dipesankan ojek online dari Museum Negeri Banten. Terakhir saya ke sana sekitar 20 tahun yang lalu. Dulu naik angkot dari terminal Ciceri dan melewati Pasar Rau. Sangat jauh berbeda melihat kondisi sekarang.
Ironisnya, banyak pula pencurian dan perusakan bangunan, mengingat di kawasan Banten Lama terdapat sisa-sisa keraton Surosowan, keraton Kaibon, masjid kuno, benteng Speelwijk, pengindelan, kelenteng, dan masih banyak lagi.
Benda-benda kuno tersebut semula disimpan di gudang asrama dekat Masjid Agung Banten. Lama-kelamaan karena jumlah temuan dan sumbangan masyarakat semakin banyak, didirikan gedung sendiri yang berfungsi sebagai pusat informasi.
Sejak 1983 diperluas menjadi Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama. Peresmian museum dilakukan pada 1985. Bangunan museum memiliki luas 778 meter persegi di atas tanah seluas 10.000 meter persegi.
Di halaman depan area museum, terdapat meriam Ki Amuk yang memiliki panjang sekitar 2,5 meter. Pada meriam terdapat tiga buah prasasti dengan aksara dan bahasa Arab. Menurut K.C. Crucq, salah satu prasasti menunjuk kepada angka tahun 1450 Saka atau 1528/1529 Masehi. Begitu yang saya baca dalam buku Laporan Penelitian Arkeologi Banten 1976 (Jakarta: Proyek Penelitian dan Penggalian Purbakala, 1978). Ada pula hiasan pintu gerbang Keraton Surosowan yang terbuat dari batu.
Masuk ke dalam bangunan museum, pengunjung akan disambut dua gerabah berukuran besar. Gerabah itu sudah retak dan tampak bekas tambalan, namun tetap memperlihatkan sisa-sisa kejayaan zaman Kesultanan Banten Lama.
Koleksi-koleksi yang dipamerkan merupakan hasil ekskavasi (penggalian arkeologis) dari situs-situs di kawasan Banten Lama. Koleksi-koleksi tersebut dikelompokan menjadi Mata Uang, Keramik, Etnografi, dan Arkeologi.
Koin asing banyak ditemukan di situs Banten Lama. Terbanyak koin VOC dan koin Cina. Ada lagi keramik, terdiri atas keramik lokal dan keramik asing. Keramik lokal disebut gerabah atau tembikar. Keramik asing mengacu pada keramik-keramik dari luar Nusantara, seperti Cina, Jepang, dan Eropa.
Koleksi etnografi yang bisa dilihat di sini antara lain cerita tentang debus, alat rumah tangga, perdagangan, dan senjata. Sementara koleksi arkeologi yang dipamerkan berbentuk arca dan batu nisan.
Sebagai kesultanan besar pada waktu itu, Banten pernah mengirim dua utusan ke Inggris pada 1682, yakni Kiai Ngabehi Naya Wipraya dan Kiai Ngabehi Jaya Sedana. Lukisan wajah mereka terpampang di bagian kiri museum. Setelah bertemu dengan Raja Inggris Charles II, mereka diberi gelar Sir.
Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama merupakan bagian dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Banten. Waktu kunjungan bisa dilakukan Senin hingga Jumat pukul 09.00-16.00. Museum tutup Sabtu, Minggu, dan hari libur nasional. Gratis loh kalau berkunjung ke sini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H