Selain itu, di majalah bulanan lain, Reader's Digest Indonesia, saya dapat Rp 700 ribu, termasuk foto.
Terus terang, waktu itu media-media cetak Jakarta memberi honorarium lumayan besar. Paling rendah Rp 250 ribu. Andai saja kita mampu menulis dua artikel di koran dalam sebulan, tentu penghasilan sebagai penulis lepas jauh melebihi UMR.
Sekarang saya sih masih menulis di media cetak. Terutama dalam jurnal atau publikasi milik pemerintah tentang arkeologi dan museum. Publikasi mereka terbit setahun dua kali.
Sebenarnya ada beberapa media daring yang memberikan honorarium untuk penulis luar. Jelas, karena media-media besar memperoleh suntikan dana dari pemodal. Cuma memang mereka agak selektif dibandingkan media cetak. Mungkin karena penghasilan dari iklan masih minim dibandingkan di media cetak.
Saya pernah dapat Rp 150 hingga Rp 750 ribu per tulisan. Kebetulan waktu itu diminta. Yah lumayan, untuk makan baso.
Kalau saja media daring mampu memperoleh iklan dalam jumlah besar untuk menutupi ongkos produksi, termasuk di Kompasiana, saya yakin masyarakat bisa memperoleh penghidupan dari hasil menulis. Dan itu membantu lapangan kerja baru nonformal.