Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) kembali menggelar diskusi bulanan di Perpustakaan Nasional. Kali ini pematerinya Titi Surti Nastiti, arkeolog dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, yang memiliki spesialisasi epigrafi. Dalam diskusi bulan itu, Kamis, 26 April 2018, Titi membawakah topik "Peranan Gender pada Masa Jawa Kuna".
Filologi dan epigrafi memang mirip. Kajiannya sama-sama aksara kuno. Yang membedakan hanyalah media yang digunakan untuk menulis. Filolog mengkaji aksara kuno pada kertas atau rontal. Sementara epigraf mengkaji aksara kuno pada bahan-bahan yang keras, seperti batu dan logam.
Melayu dan Sansekerta
Dalam uraiannya Titi mengatakan perempuan dan laki-laki berasal dari Bahasa Melayu. Perempuan dari akar kata empu atau empuan, dengan imbuhan pe atau pe-an, berarti perempuan atau istri raja. Sedangkan laki-laki berasal dari kata dasar laki dan kadang-kadang diberi awalan le.
Menurut Titi selanjutnya kata wanita dan pria berasal dari Bahasa Sansekerta. Wanita berasal dari kata vanita dengan akar kata van yang berarti yang tercinta, istri, perempuan, anak gadis. Pria berasal dari kata priya yang berarti yang tercinta, kekasih, yang disukai, yang diinginkan.
Berdasarkan kajian terhadap prasasti, relief candi, dan arca, Titi mengungkapkan peranan gender di dalam kehidupan masyarakat Jawa Kuna di bidang politik, ekonomi, Â hukum, agama, dan kesenian.
Dalam bidang politik dikenal adanya kesetaraan gender mulai dari jabatan yang paling tinggi di kerajaan sampai kepada jabatan di desa. Jabatan-jabatan tersebut didapat secara keturunan ataupun prestasi, yakni raja dan ratu, putra mahkota dan putri mahkota, rakai (penguasa wilayah), pejabat hukum, pejabat keagamaan, dan pejabat desa.
Dalam bidang sosial, kata Titi, kaum perempuan pada masa Jawa Kuna sudah terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial, baik sebagai pendamping suami maupun sebagai diri sendiri. Begitu pula dalam bidang ekonomi. Banyak perempuan membantu perekonomian keluarga dengan membantu suami menggarap sawah atau ladang. Di sela-sela kesibukan itu, mereka membuat barang-barang kerajinan seperti kain, anyaman, dan lain-lain.
Pada masa Jawa Kuna, tidak banyak data tekstual yang menuliskan tentang masalah hukum. Satu-satunya prasasti yang isinya berkaitan dengan perempuan yang mempunyai kaitan dengan hukum adalah Prasasti Guntur (907 M) dari masa Matarm Kuna. Prasasti itu menyebutkan adanya perempuan yang menjadi saksi (tatra saksi) dan dan pemutus suatu perkara (pinariccheda gunadosa)
 "Pada masa Majapahit selain pejabat kehakiman yang  disebut dharmmopapatti,  ada semacam Dewan Pertimbangan Kerajaan (bhatara saptaprabhu) yang beranggotakan keluarga kerajaan. Pada masa Hayam Wuruk memerintah yang menjabat sebagai Dewan Pertimbangan Kerajaan adalah raja, ayah-bunda raja, paman-bibi raja, dua adik perempuan raja beserta suaminya," demikian Titi.
Bangunan suci
Pasangan suami istri, sebagaimana dinyatakan Prasasti Taji (901 M), disebutkan pernah membebaskan atau membeli tanah untuk keperluan suatu bangunan suci. Di dalam dunia seni, terutama seni pertunjukan, laki-laki dan perempuan pada masa Jawa Kuna telah mempertunjukkan keahlian mereka di depan penonton atau di jalanan. Gambaran yang jelas terdapat dalam relief Candi Borobudur. Dulu kesenian menjadi sumber penghasilan yang dikenai pajak.
Untuk melindungi kaum perempuan, menurut Titi, telah ada undang-undang paradara. Prasasti Bendosari dan Parung menyebutkan masyarakat Jawa Kuna telah mempunyai hukum adat yang dijadikan dasar pertimbangan, selain kitab hukum.
Ibu jari
Diskusi berlangsung menarik. Titi menceritakan pengalamannya di mancanegara. Ketika itu seorang ketua jurusan perempuan harus membuatkan kopi untuk teman-teman sejawatnya. Di sana memang masih berprinsip his-story. Sebaliknya di Indonesia yang dihormati justru perempuan sebagaimana terdapat dalam kata-kata ibu jari, ibu kota, dan sebagainya.
Mengikuti diskusi tersebut, tentu ada kesan seru, menambah pengetahuan, dan mencerdaskan. Terima kasih untuk Kang Mumun (Munawar Holil) dan Kang Adit (Aditia Gunawan) dari Manassa.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H