Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jelajah Malam Sambil Berdiskusi di Museum MH Thamrin

22 April 2018   17:20 Diperbarui: 23 April 2018   05:52 1049
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para peserta sedang berdiskusi (Dok. KPBMI)

Wisata malam di dalam museum jarang sekali dilakukan orang. Apalagi jam tutup museum paling lambat pukul 17.00. Namun, terinspirasi dari film box office "Night at the Museum", muncul gagasan untuk menghidupkan kembali aktivitas jelajah museum di malam hari.

Dulu memang ada anggapan museum itu angker, menyeramkan, menakutkan, horor, dan sebagainya. Namun sekarang pandangan demikian sudah berubah total. Museum malah dianggap sebagai tempat yang menyenangkan loh, terutama buat belajar, mencari inspirasi, atau kegiatan kultural-edukatif lain.

Para peserta jelajah malam berfoto bersama (Dok. KPBMI)
Para peserta jelajah malam berfoto bersama (Dok. KPBMI)
Mengenal sosok

Jumat, 20 April 2018 malam Museum Kesejarahan Jakarta menyelenggarakan acara "Jelajah Malam Museum" bertema "Mengenal Sosok Mohammad Hoesni Thamrin". Acara itu sekaligus merupakan ajang silaturahim antara Unit Pengelola (UP) Museum Kesejarahan Jakarta dengan keluarga M.H. Thamrin.

UP Museum Kesejarahan Jakarta berada di bawah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. Saat ini ada empat museum di bawah UP Museum Kesejarahan Jakarta, yakni Museum Sejarah Jakarta, Museum Joang 45, Museum M.H. Thamrin, dan Museum Prasasti.

Acara di Jumat malam itu menyedot banyak peserta. Umumnya yang ikut acara adalah komunitas-komunitas peduli sejarah dan budaya. Termasuk komunitas binaan saya, Kelompok Pemerhati Budaya dan Museum Indonesia (KPBMI), yang sekaligus melaporkan jalannya acara. Mereka mendengarkan cerita dari keluarga M.H. Thamrin. Bahkan diajak berkeliling museum sambil berdiskusi. 

"Alhamdulillah, keluarga  besar M.H. Thamrin hadir, termasuk Ibu Dieni Tjokro. Ibu Dien merupakan salah satu cucu M.H. Thamrin. Sekarang beliau menjabat Duta Besar Indonesia di Ekuador. Kebetulan beliau sedang ada tugas ke Indonesia selama satu minggu," demikian Kepala UP Museum Kesejarahan Jakarta, Sri Kusumawati atau biasa disapa Ati.

Cucu M.H. Thamrin Ibu Dien (kiri) dan Kepala UP Museum Kesejarahan Sri Kusumawati (kanan)/Dok. KPBMI
Cucu M.H. Thamrin Ibu Dien (kiri) dan Kepala UP Museum Kesejarahan Sri Kusumawati (kanan)/Dok. KPBMI
Tokoh Pergerakan

M.H. Thamrin (16 Februari 1894-11 Januari 1941) merupakan seorang politisi pada zaman Hindia-Belanda. Ia selalu memperjuangkan warga kelas bawah dan warga Betawi. Perjuangannya berhasil ketika ia diangkat menjadi wakil walikota Batavia.

Thamrin merupakan salah seorang tokoh Betawi dari organisasi Kaoem Betawi yang menjadi anggota Volksraad (Dewan Rakyat) di Hindia-Belanda. Bahkan sebagai tokoh sepak bola yang mendirikan lapangan sepak bola di daerah Petojo.

Museum M.H. Thamrin terletak di Jalan Kenari II No. 15, Jakarta Pusat. Berada tidak jauh dari Kampus UI Salemba. Sebelum dijadikan museum, gedung tersebut menjadi markas organisasi Pemufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI). Dulu dikenal sebagai Gedung Kenari. Konsep lagu kebangsaan Indonesia Raya lahir dari tempat ini.

Para peserta sedang berdiskusi (Dok. KPBMI)
Para peserta sedang berdiskusi (Dok. KPBMI)
Pada masa Gubernur R. Suprapto, gedung itu dipugar dan difungsikan untuk berbagai kegiatan kaum Betawi. Pemerintah DKI Jakarta melalui Dinas Museum dan Sejarah lalu menjadikan gedung itu sebagai Museum M.H. Thamrin.

Di dalam museum tersimpan banyak koleksi foto tentang kiprah perjuangan M.H. Thamrin dan suasana Jakarta tempo dulu. Ada juga radio, sepeda, meja, kursi, buku tentang M.H. Thamrin, dan berbagai perlengkapan masyarakat Betawi.

Atas jasa-jasanya, pada 1960 M.H. Thamrin diangkat menjadi pahlawan nasional. Pada akhir 2016 gambarnya diabadikan untuk uang kertas pecahan Rp2.000. Nama Thamrin juga lekat nama jalan protokol, nama rumah sakit, dan nama proyek di DKI Jakarta.***

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun