Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kearifan Tradisional pada Rumah Adat Meminimalisasi Bahaya Kebakaran

6 April 2018   16:05 Diperbarui: 6 April 2018   16:21 939
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana seminar IAAI (Dokpri)

Tentu masih segar dalam ingatan kita ketika Januari 2018 lalu Museum Bahari di Jakarta terbakar. Menyusul bulan berikutnya rumah-rumah lama di kawasan Siak. Kalau kita membuka catatan lama, bukan hanya bangunan-bangunan lama di kawasan itu yang terbakar. Rumah adat Sumba, Istana Pagaruyung, dan Rumah Betang juga pernah terbakar. Belum lagi benda-benda antik yang mengisi bangunan-bangunan tersebut.

Bangunan-bangunan tersebut---dan  juga bangunan-bangunan lain yang masih utuh---apalagi  yang termasuk kategori cagar budaya, tentu memerlukan perhatian khusus. Ini karena bangunan cagar budaya memiliki sifat rapuh, unik, langka, terbatas, dan tidak terbarui. Museum Bahari yang terbakar itu, misalnya, dibangun pada abad ke-17. Lalu rumah-rumah adat dibangun dengan bahan dari alam, seperti kayu, sirap, dan ijuk. Daya tahan bangunan-bangunan demikian tentu sangat terbatas.

Pemeliharaan bangunan-bangunan seperti itu dibarengi dengan pengetahuan konservasi tentu saja amat penting. Banyak hal yang harus diketahui oleh pengelola bangunan, terutama dikaitkan dengan peraturan perundangan dan etika pelestarian. Untuk itulah Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) menyelenggarakan seminar "Belajar dari Kebakaran Bangunan Cagar Budaya dan Rumah Adat" di Museum Nasional, 5 April 2018. Para pembicaranya Osrifoel Oesman (Arsitek), Yori Antar (Arsitek), Amich Alhumami (Bappenas), dan Subejo (Dinas Penanggulangan Kebakaran).

Kearifan tradisional

Ada kisah menarik dituturkan oleh Yori Antar soal rumah adat. Banyak warga masyarakat selalu memasak di bagian dalam rumah. Ternyata asap yang dikeluarkan berfungsi sebagai pengawet bahan-bahan kayu. Cara penempatan alat masak pun memiliki aturan.

Namun ada seseorang pernah menyalahi aturan penempatan alat masak. Akibatnya terjadi kebakaran hebat. Maklum rumah-rumah adat itu terbuat dari bahan yang mudah terbakar.  Nah, karena ada aturan adat maka si penghuni penyebab kebakaran diusir dari kampungnya.

Yori juga bercerita tentang rumah adat Batak. Sebenarnya pada bagian atap rumah-rumah tradisional ada belahan yang dikunci oleh batangan rotan. Sebaliknya pada rumah-rumah tradisional yang modern, batangan rotan itu tidak ada. Padahal fungsi dari batang rotan itu untuk meminimalisasi bahaya kebakaran. Jadi masyarakat tinggal memutuskan batang rotan sehingga atap rumah akan jatuh. Dengan demikian kebakaran tidak merembet ke rumah terdekat. Kearifan tradisional seperti ini sekarang sudah tidak ada lagi.

Suasana seminar IAAI (Dokpri)
Suasana seminar IAAI (Dokpri)
Instalasi

Menurut Osrifoel, dari temuan di lapangan terhadap Museum Bahari diketahui ada pemasangan pelapis plat seng datar yang diletakkan di bawah genteng pada konstruksi atap bangunan. Diduga pula ada permasalahan pada sistem dan instalasi pemasangan sistem elektrikal.

Osrifoel berharap ke depan pengelola cagar budaya konsisten melakukan prosedur dan mekanisme pemeliharaan bangunan cagar budaya sesuai amanat UUCB. Selain itu perlu syarat minimal sistem proteksi pasif pencegahan dan penanggulangan kebakaran pada bangunan cagar budaya. Bahkan menurut Osrifoel, perlu evaluasi penggunaan bangunan cagar budaya untuk pemanfaatan fungsi sebagai museum.

Hibah

Ada yang menggembirakan terlontar dalam seminar. Amich Alhumami mengatakan mulai 2019 terdapat Dana Alokasi Khusus Operasional Museum dan Taman Budaya. Ini, katanya, untuk mendukung pengembangan program di museum dan taman budaya. Pendanaan pembangunan kebudayaan sendiri diperoleh dari pemerintah, filantropi, dan swasta.  Khusus dari filantropi dan swasta berujud hibah dan CSR.

Pada bagian akhir Subejo dari Dinas Penanggulangan Kebakaran mengungkapkan pemadaman kebakaran tidak hanya dilakukan dengan air tapi juga dengan bahan-bahan kimia. Memang koleksi museum terdiri atas beragam bahan, yakni logam, kayu, batu, kertas, kain, dan plastik. Setiap bahan memiliki karakteristik berbeda.

Diharapkan hasil seminar menghasilkan rekomendasi untuk ditindaklanjuti oleh pemerintah. Mencegah jelas lebih baik daripada mengobati. Semoga bangunan cagar budaya dan rumah adat yang masih banyak terdapat di seluruh Indonesia bisa terlindungi.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun