Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketika Masyarakat Awam Belajar Aksara Kuno pada Prasasti

18 Maret 2018   22:05 Diperbarui: 19 Maret 2018   16:43 4268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengenalan prasasti di ruang auditorium Museum Nasional (Dokpri)

Epigrafi berasal dari bahasa Yunani, epi = atas; graphein = tulisan, secara harfiah berarti "tulisan di atas", atau ilmu yang mempelajari tulisan-tulisan di atas bahan yang keras seperti batu dan logam. Sejajar dengan epigrafi adalah paleografi, berasal dari bahasa Yunani, palaeo = kuno, tua; graphein = tulisan. Diartikan sebagai ilmu yang berusaha menentukan bentuk dan evolusi huruf-huruf  melalui tulisan pada zaman atau abad mana prasasti dikeluarkan.

Temuan prasasti tertua menunjukkan dimulainya masa sejarah di Indonesia, yakni  batu bertulis di Muarakaman, Kutai, Kalimantan Timur. Prasasti tersebut bertarikh abad ke-4 Masehi. Batu bertulis yang biasa disebut prasasti ini berbentuk tugu atau yupa dibuat atas perintah Raja Mulawarman.

Selain prasasti asli, ada juga dikenal prasasti tinulad. Dalam bahasa Jawa Kuno tulad = tiru. "Ada kalanya jika tulisan dalam prasasti itu dianggap penting, oleh penguasa pada masa itu, tulisan tersebut ditulis ulang (tinulad) pada bahan lain yang biasanya cepat rusak. Misalnya daun lontar, kertas dahluang, kulit kayu atau kulit hewan," kata Fifi.

Bahasa awal yang digunakan dalam prasasti berasal dari India, yaitu Sanskerta. Setelah abad ke-5 Masehi, aksara dan bahasa yang digunakan mengalami perubahan. Misal aksara Jawa Kuno dan Bali Kuno. Bahasa yang digunakan pun beragam, antara lain Jawa Kuno, Sunda Kuno, Melayu Kuno dan Bali Kuno. 

Belajar aksara Pallawa (Dokpri)
Belajar aksara Pallawa (Dokpri)
Melihat prasasti

Setelah pemaparan, peserta sinau diajak melihat prasasti di lantai 2 dan lantai 3. Di situ terjadi interaksi antara peserta dan pemateri. Mereka ingin mengetahui lebih jauh aksara Pallawa. Ami dan Fifi tekun menjawab keingintahuan peserta.

Sesuai jadwal, mereka harus kembali ke auditorium untuk latihan menulis nama masing-masing menggunakan aksara Pallawa. Sebelumnya panitia sudah membagikan tabel aksara Pallawa tersebut.

Memang belajar aksara dan bahasa kuno tidak cukup sehari. Perlu latihan berulang-ulang. Direncanakan Mei mendatang KPBMI akan menyelenggarakan sinau ke-2. Semoga para peserta masih antusias.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun