Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menurut Filosofi Tionghoa, Makanan adalah "Langit" bagi Rakyat

26 Februari 2018   19:44 Diperbarui: 27 Februari 2018   19:02 3400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Blusukan kelenteng seusai acara diskusi (Dok. KPBMI)

Kebudayaan Tionghoa sangat unik. Umumnya orang mengenal istilah yin dan yang. Yin bersifat dingin dan yang bersifat panas. Persatuan keduanya adalah keseimbangan. Yin mewakili ibu dan bumi, sementara yang mewakili bapak dan langit. Yin juga mewakili bagian kiri, sementara yang bagian kanan.

Soal yin dan yang ada aturannya. Jika orang soja, yakni mengepalkan kedua tangan untuk menghormati orang, maka tangan kiri terletak di atas tangan kanan. Kalau tangan kanan di atas tangan kiri, berarti menantang berkelahi seperti dalam film kungfu.

Demikian Greysia Susilo Junus dalam acara Diskusi Pilar Budaya Tionghoa dan Pengenalan Nan Yin di Kelenteng Tan Seng Ong Bio atau Vihara Tanda Bhakti di Jalan Kemenangan, Jakarta Barat. Diskusi tersebut diselenggarakan oleh Kelompok Pemerhati Budaya dan Museum Indonesia (KPBMI) bekerja sama dengan pengelola vihara.

Menurut Greysia tiga pilar kebudayaan Tionghoa yang penting mencakup penghormatan leluhur, sistem kekerabatan, dan makanan. Rata-rata, kata Greysia, orang Tionghoa memiliki altar leluhur di rumah. Altar ini dipelihara secara turun-temurun.

Orang Tionghoa pun selalu memerhatikan sistem kekerabatan, misalnya sebutan untuk adik/kakak ayah/ibu. Sama seperti masyarakat Jawa memanggil bulik, bude, paklik, dan pakde. Dengan panggilan demikian, maka kita akan tahu siapa mereka. Artinya lebih tua ataukah lebih muda dari kita.

Pembicara kedua, Amalia Pranoto (Dok. KPBMI)
Pembicara kedua, Amalia Pranoto (Dok. KPBMI)
Makanan adalah "langit"
Masalah makanan disinggung cukup banyak. Menurut filosofi Tiongkok, bagi seorang raja, rakyat adalah "langit". Namun bagi rakyat, makanan adalah "langit". Itulah sebabnya dalam musim-musim tertentu dikenal makanan tertentu. Menyambut Tahun Baru Imlek, yakni awal musim semi, dikenal kue keranjang. Buat yang belum tahu, di sini sering disebut dodol Cina. Pada musim panas dikenal bacang. Di negeri kita bacang menggunakan daun pohon bambu dan berisi daging atau oncom. Pada musim dingin dikenal onde, yang di sini dikenal sebagai wedang ronde.

Kebudayaan Tionghoa yang saya tahu penuh simbol. Langit disimbolkan dengan bentuk bulat dan bumi disimbolkan bentuk segi empat. Lalu ada lima unsur, yakni kayu, api, tanah, logam, dan air. Kayu dan api bersifat yang, sementara logam dan air bersifat yin. Tanah sendiri bersifat netral. Kelima unsur ini bersifat saling menguntungkan dan saling mengalahkan. Kayu memberi hidup api, api memberi hidup tanah, tanah memberi hidup logam, logam memberi hidup air, dan air memberi hidup kayu. Begitulah kelima unsur saling berputar.

Sebaliknya kayu merusak tanah, tanah membendung air, air memadamkan api, api melelehkan logam, dan logam memecah kayu.

Kelima unsur ini diterapkan pada makanan, buah, sayur, dan sebagainya. Semangka bersifat yang, jadi kalau kebanyakan bisa batuk. Cabai juga bersifat yang karena pedas. Ramalan atau pengobatan Tionghoa selalu mempertimbangkan kelima unsur itu.

Pertunjukan musik nan yin (Dok. KPBMI)
Pertunjukan musik nan yin (Dok. KPBMI)
Musik tradisional
Musik tradisional nanyin bersifat unik. Selain dimainkan dengan dialek Hokkian, nanyin dimainkan dengan lima nada. Alat-alat musiknya kebanyakan terbuat dari bambu. Musik nanyin bercerita tentang kehidupan masyarakat atau puisi klasik.

Semula nanyin adalah musik istana, demikian Amalia Pranoto menceritakan. Setiap tempat duduk pemain sudah memiliki aturan. Demikian pula dengan penyanyi.

Diskusi dengan kedua pembicara berlangsung seru. Maklum, banyak peserta ingin mengetahui lebih dalam tentang kebudayaan Tionghoa. Apalagi penanggalan Tionghoa sudah berusia cukup tua. Tahun ini saja berada pada tahun 2569 Imlek. Bandingkan dengan Masehi yang baru 2018 atau Hijriah 1339.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun