Buat orang yang tidak mengerti, mungkin ada kebingungan karena museum memajang proyektor film, piringan hitam, piano, dan meja biliar. Ternyata koleksi itu berfungsi sebagai sarana rehabilitasi dan hiburan bagi penderita yang digunakan pada 1950-an hingga 1970-an.
Karya lukis pasien pun terpajang di sana. Yang menarik ada lukisan Basoeki Abdullah pada salah satu dinding. Rupanya si pasien meniru lukisan asli Basoeki Abdullah dari buku yang diberikan terapis. Namun sarana yang digunakan bukan kanvas tapi tripleks. Saat ini kondisi tripleks tersebut sudah kurang baik.
Menjelang pintu keluar ada dua bilah batangan pohon. Itulah yang disebut alat pasung. Karena ketidaktahuan masyarakat, kaki si penderita dijepit kedua batang pohon itu. Ada juga rantai besi. Biasanya untuk mengikat kaki penderita, terutama yang sering mengamuk atau merusakkan barang. Beberapa alat kedokteran umum untuk menilai kondisi pasien, bisa juga dilihat di sana.
Boleh dibilang Museum Kesehatan Jiwa termasuk jenis langka. Sayang pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, kurang sungguh-sungguh memperhatikan sarana edukasi tersebut. Saat ini museum hanya ditangani dua tenaga. Beberapa bulan lagi seorang petugas akan pensiun.
Museum Kesehatan Jiwa hanya buka selama hari kerja. Senin hingga Kamis buka pukul 08.00-16.00 dan Jumat pukul 08.00-11.00 lanjut pukul 13.00-16.30.
Alamat museum ini Jalan A. Yani, Lawang, Malang, Jawa Timur 65208. Nomor kontak yang bisa dihubungi 0341-426015 dan 0341-429067 (telepon) serta 0341-423785 (faksimili). Selain itu bisa melalui surat elektronik rsjlawangmalang@yahoo.co.id dan www.rsjlawang.com .***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H