Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Arca Dwarapala Kuno dan Unik Ditemukan di Kebun Durian

8 November 2017   08:59 Diperbarui: 12 November 2017   13:32 4990
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para arkeolog ketika berhasil menampakkan bagian kepala arca dwarapala (Foto: news.detik.com)

Arca dwarapala kuno terbuat dari batu ditemukan oleh tim Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) dalam ekskavasi (penggalian arkeologi) akhir September 2017 lalu. Area penemuan dikenal sebagai Candi Gempur, terletak di Desa Adan-Adan, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.

Arca dwarapala itu ditemukan pada kedalaman satu meter dari permukaan tanah. Mula-mula yang tampak bagian kepala. Setelah dilakukan pengupasan sedikit demi sedikit---karena memang itulah cara kerja arkeologi---seluruh bagian arca berhasil ditampakkan. Setelah diamati ternyata arca itu tergolong istimewa. Arca itu berdiri tegak dan ada tanda-tanda belum selesai dikerjakan. Anting sebelah kiri, misalnya, sudah dihias. Sebaliknya pada bagian kanan masih polos. Pola-pola hias lain juga belum rampung. Pada beberapa bagian terdapat kerusakan kecil, antara lain pada hidung, jari kelingking, dan jempol.

Unik

Tinggi arca dwarapala mencapai dua meter, jadi lebih tinggi dari kita-kita ini. Arca dwarapala itu dikatakan istimewa atau unik karena biasanya digambarkan dalam posisi jongkok. Dalam arkeologi, dwarapala dikenal sebagai arca penjaga pintu atau gapura berujud raksasa yang menakutkan. Sering ditemukan pada kompleks candi atau istana di Jawa. Arca dwarapala berfungsi sebagai penolak bala. Biasanya digambarkan dengan mata melotot dan satu tangan memegang gada. Sering disebut juga raksasa penjaga pintu, reco pentung, atau gupolo.

Menurut Sukowati Susetyo, ketua tim Puslit Arkenas, posisi dwarapala yang tidak lazim itu sebuah gaya tersendiri yang sengaja dibuat pada masa itu. Saat ini Sukowati sedang melakukan kajian terhadap dwarapala dan temuan lain. Terutama tentang masa pembuatan arca tersebut.

Diperkirakan selama berkali-kali, situs itu terkena letusan Gunung Kelud. Tidak heran debu vulkanik yang menutupi situs tergolong tebal. Karena ratusan tahun tertutup debu gunung berapi, situs itu menjadi terlantar. Akibatnya kawasan tersebut banyak dihuni oleh masyarakat tanpa mengetahui di arealnya terdapat tinggalan dari masa lalu.

Para arkeolog ketika berhasil menampakkan bagian kepala arca dwarapala (Foto: news.detik.com)
Para arkeolog ketika berhasil menampakkan bagian kepala arca dwarapala (Foto: news.detik.com)
Pengalaman lapangan para arkeolog memang menunjukkan banyak situs atau benda purbakala ditemukan di areal milik warga ketika warga sedang mengolah tanah. Sampai kini pun jelas masih banyak karena masa lalu merupakan misteri. Jadi peran warga atau masyarakat amat dituntut, baik untuk melaporkan temuan baru atau merawat temuan-temuan yang sudah ditampakkan.

Perlu diketahui, Candi Gempur ini terletak di kebun durian milik Syamsudin. Ia warga desa setempat yang sudah bertahun-tahun menempati tanah tersebut. Kita harapkan ada partisipasi dari Pemkab Kediri untuk melestarikan situs bersama temuan-temuan arkeologi. Bahkan mempertimbangkan untuk pembebasan lahan, memberikan anggaran, atau mendirikan museum. Kerja sama antara pemkab dengan peneliti arkeologi dan instansi arkeologi seperti Balai Pelestarian Cagar Budaya perlu dilakukan.

Saat ini masih dalam penelitian apakah situs tersebut berasal dari peninggalan era Mataram Hindu atau Kadiri. Kedua kerajaan kuno ini memang pernah berkuasa di tanah Jawa.

Belum selesai

Kemungkinan besar, situs tersebut belum selesai dibangun. Sejauh ini belum ditemukan struktur candi yang utuh. Boleh jadi, saat itu banyak warga meninggalkan lokasi karena Gunung Kelud dalam kondisi Siaga 1.

Melihat kondisi saat ini terlihat banyak batu kuno masih berserakan. Banyak warga juga memanfaatkan batu-batu kuno itu sebagai bagian dari rumah mereka. Tentu perlu ada upaya pengumpulan kembali agar para peneliti dan pelestari bisa melakukan rekonstruksi bangunan.  

Mengingat masih banyak situs arkeologi berada di pekarangan warga, kita harapkan masyarakat berperan untuk melestarikan kekayaan budaya ini. Sebenarnya sejumlah komunitas sudah peduli. Mereka siap bergerak untuk pelestarian warisan budaya. Namun pemprov, pemkab, atau pemkot biasanya kurang peduli karena sering berganti pejabat. Semoga ada koordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat (komunitas).***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun