Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Letusan Gunung Api Model untuk Penelitian Arkeologi

4 November 2017   06:38 Diperbarui: 4 November 2017   11:28 1459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gunung Merapi meletus akhir Oktober hingga awal November 2010 lalu. Keganasan gunung berapi paling aktif di dunia ini, menelan korban jiwa lebih dari 100 orang. Belum lagi harta benda yang rusak, hewan ternak yang mati, dan dampak sampingan akibat aliran lahar dingin. Mungkin banyak orang membayangkan bahwa letusan Merapi itu sangat ganas.

Apakah pendapat itu benar? Mari kita bandingkan dengan letusan Gunung Tambora pada 1815 dan  Gunung Krakatau pada 1883. Letusan kedua gunung api tersebut tergolong dahsyat karena guncangannya terasa di banyak negara. Begitu pula bunyi gelegarnya. Sehabis letusan, kelaparan terjadi di mana-mana karena banyak panen gagal total.

Gunung api super

Akan tetapi menurut para pakar, letusan Tambora dan Krakatau belum sehebat letusan gunung api super. Rupanya di atas langit masih ada langit. Menurut penelitian para pakar vulkanologi dunia, negara kita pada zaman purba pernah dilanda letusan gunung api super. Peristiwa itu terjadi sekitar 74.000 tahun lalu pada Gunung Toba di Sumatera. 

Dulu pada saat meletus, Gunung Toba menyemburkan material sampai ketinggian 40 kilometer, dalam radius 3.000 kilometer. Material yang disemburkan dari dapur magma itu mencapai volume 3.000 kilometer kubik. Akibat letusannya, terbentuk kaldera dengan panjang 100 kilometer dan lebar 60 kilometer di ketinggian 900 meter, yang kemudian tertutup air menjadi Danau Toba sekarang.

Penelitian tersebut pernah dilakukan Michael Rampino, pakar vulkanologi dari Universitas New York. Akibat dari letusan tersebut adalah temperatur global mengalami penurunan 5-15 derajat. "Bumi mengalami musim dingin seperti musim dingin akibat perang nuklir," kata Rampino (dw-world.de/Indonesia).

Sekadar perbandingan, material letusan Gunung Tambora volumenya hanya sekitar 20 kilometer kubik. Material tersebut melenyapkan tiga kerajaan yang ada di sana, termasuk menghilangkan sekitar 10.000 jiwa.

 "Ketika itu terjadi hujan abu selama tiga hari dua malam, disusul bunyi gelegar yang menandai keruntuhan kawah. Disusul lagi hujan pasir dan empoh laut. Malapetaka itu berakhir berkat orang sembahyang. Tetapi kemelaratan, kelaparan, dan penyakit tidak tertolong. Banyak orang mati karena makan daun dan ubi beracun," demikian gambaran kedahsyatan letusan Tambora (Kerajaan Bima dalam Sastra dan Sejarah, Henri Chambert-Loir, hal. 249).

Tahun 1816 dicatat oleh warga Eropa, sebagai tahun tanpa musim panas. Hujan salju masih turun di bulan Juni hingga Agustus. Seharusnya pada saat itu berlangsung musim panas. Panen di Eropa mengalami kegagalan. Akibatnya kelaparan terjadi di mana-mana sehingga pemerintah Eropa banyak mendirikan dapur umum untuk warga mereka.  Tak terbayangkan, dampak global dari letusan Tambora mencapai daratan Eropa yang amat jauh.

Dampak serupa terjadi ketika Gunung Krakatau meletus. Diperkirakan, 36.000 korban jiwa terkubur hidup-hidup dan tenggelam kena pusaran air laut. Guncangannya dirasakan sampai Afrika Selatan. Bahkan menyebabkan bencana tsunami di berbagai negara.

Nyaris identik 

Dampak global letusan Gunung Toba jelas lebih mengerikan. Menurut catatan para arkeolog, keberadaan manusia di zaman itu terancam musnah. "Antara 70.000-80.000 tahun lalu, terjadi bencana yang memusnahkan banyak jenis makhluk hidup," demikian para arkeolog.

Musnahnya manusia lembah Neander di Eropa dan Homo erectusdi Asia diduga merupakan dampak dari letusan Gunung Toba itu. Konon setelah meletus, terjadi musim dingin selama enam tahun berturut-turut. Akibatnya banyak tanaman dan hewan mati. Pada gilirannya, manusia lembah Neander dan Homo erectusjuga kehilangan sumber makanannya sehingga mati kelaparan.

Para ahli geologi memerkirakan, jumlah populasi manusia purba di seluruh dunia ketika itu hanya tinggal beberapa puluh ribu. Teori bencana akibat letusan gunung api super inilah yang antara lain digunakan untuk menerangkan mengapa kode genetika manusia modern nyaris identik. Diduga, manusia modern yang hidup saat ini, berkembang dari beberapa orang nenek moyang saja.

Saat ini beberapa gunung api super yang ada di seluruh dunia belum dinyatakan mati. Di AS, terdapat gunung api super Yellowstone. Ukuran kaldera gunung ini jauh lebih kecil daripada Gunung Toba. Tapi gunung api super Yellowstone tetap dipantau hingga sekarang. Menurut pengukuran Robert Smith dari Universitas Utah, gunung api Yellowstone tetap hidup. Ditambahkan oleh Robert Christiansen, peneliti gunung api dari California, gunung api super Yellowstone meletus setiap 60.000 tahun.

Dunia ternyata masih dihantui ancaman besar. Tentu tak terbayangkan dampak yang ditimbulkannya, jika beberapa gunung api super meletus secara bersamaan di zaman modern ini.

Studi arkeologi

Letusan gunung api di Indonesia sebenarnya banyak memberikan arti untuk studi arkeologi. Pindahnya pusat kerajaan Mataram (Hindu) dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, jelas disebabkan letusan gunung berapi. Berbagai candi dan artefak kuno diketahui banyak tertimbun abu-abu vulkanik hingga kedalaman beberapa meter.

Situs arkeologi akibat keganasan gunung berapi paling nyata terdapat di situs Pompeii, Italia. Situs itu menjadi "harta karun" penelitian arkeologi. Bahkan sering dijadikan studi kasus atau studi perbandingan untuk mengetahui keadaan masa lampau.

Kota Pompeii terkubur abu dan lava Gunung Vesuvius pada 79 Masehi. Pompeii ditemukan kembali pada 1748. Namun baru pada 1860 di bawah pimpinan arkeolog Italia Guiseppe Fiorelli, ekskavasi dan pemulihan yang sistematis dimulai di situs tersebut. Diketahui situs Pompeii masih berada dalam keadaan asli seperti pada masa kehancurannya.

Reruntuhan kota Pompeii banyak memberi petunjuk tentang kehidupan masyarakat pada waktu terjadi letusan. Ada informasi tentang harga barang-barang saat itu, termasuk segala sesuatu yang disukai dan tidak disukai penduduk. Tempat penyeberangan para pejalan kaki pun masih jelas terlihat di sana.

Dulu rupanya Pompeii merupakan kota sibuk yang dipenuhi toko, restoran, dan permukiman. Pengrajin tembikar, pengrajin perunggu, tukang daging, tukang roti, penjual perkakas, dan pengrajin kulit banyak berdagang di kota itu.

Kota Pompeii juga teridentifikasi memiliki dua teater yang mampu menampung sekitar 5.000 orang. Salah satu teater itu adalah amphiteater, tempat pertarungan para gladiator. Perkelahian antarmanusia atau manusia dengan hewan liar sering diselenggarakan di teater tersebut, sebagaimana terlihat pada sejumlah gambar di dindingnya (Arkeologi, Paul Devereux, 2003).

Pompeii merupakan situs perkotaan yang masih utuh dan lengkap. Banyak ciri perkotaan masa lalu, masih dapat terlihat sehingga memudahkan studi perbandingan dengan situs-situs perkotaan lainnya.  Adanya situs perkotaan atau permukiman akan memudahkan penafsiran masalah demografi, ekonomi, sosial, dan politik pada saat itu.

Bencana gunung berapi memang membawa kepedihan bagi umat manusia yang hidup pada masa itu. Namun untuk umat manusia yang hidup pada masa kemudian, bencana tersebut menjadi model untuk melakukan penelitian, mengemukakan hipotesis, ataupun menghasilkan teori baru.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun