Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hasyim Asy'ari: Kebenaran Bisa Lemah karena Perselisihan dan Perpecahan

22 Oktober 2017   20:38 Diperbarui: 22 Oktober 2017   20:54 2200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KH Hasyim Asy'ari dan kalimat yang sering dikutip (Dokpri)

Ingat peristiwa 10 November 1945 yang sekarang diperingati sebagai Hari Pahlawan? Ingat Bung Tomo? Pasti Anda menghubungkannya dengan Surabaya. Memang benar. Tapi siapakah sosok hebat yang berada di belakang semangat arek-arek Suroboyo itu?

Dengan Fatwa dan Resolusi Jihad, beliau mampu mengerahkan umat untuk berjuang mempertahankan Negara Indonesia. Setelah seruan Jihad itu, meletuslah perang empat hari dan berujung pada tewasnya Jenderal Mallaby pada 30 Oktober 1945. Akibatnya, meletus perang rakyat semesta dalam pertempuran 10 November 1945 yang bersejarah itu. Sosok itu adalah K.H. Hasyim Asy'ari, yang kadang ditulis Hasyim Ashari.

Kalimat yang diucapkan Hasyim Asy'ari sering dikutip banyak orang, karena dipandang mempunyai relevansi dengan kondisi saat ini. Misalnya "Sungguh, kebenaran bisa lemah karena perselisihan dan perpecahan. Sementara kebatilan kadang menjadi kuat sebab persatuan dan kekompakan".

Generasi sekarang mungkin tidak mengenal tokoh itu. Hanya nama itu dikenal sebagai nama sebuah jalan di Jakarta di daerah Roxy sekarang.

Mendirikan Pesantren dan NU

Menurut buku K.H. Hasyim Asy'ari, Pengabdian Seorang Kyai untuk Negeri (Museum Kebangkitan Nasional, 2017), Hasyim Asy'ari lahir pada 14 Februari 1871 di dekat Jombang, Jawa Timur. Namun menurut sumber internet, ia lahir pada 10 April 1875 di Demak, Jawa Tengah. Perbedaan ini tentu perlu ditelusuri lebih lanjut.

Di ruang pameran Museum Kebangkitan Nasional (Dokpri)
Di ruang pameran Museum Kebangkitan Nasional (Dokpri)
Pada 1899 Hasyim Asy'ari mendirikan Pesantren Tebuireng, Jombang. Selanjutnya pada 1926 mendirikan Nahdlatul Ulama (NU). Hasyim Asy'ari meninggal pada 1947. Sayang foto-foto Hasyim Asy'ari sering tidak ada dalam buku-buku sejarah, sehingga wajahnya tidak dikenal. Kalaupun ada, sering berbeda-beda antara buku yang satu dengan buku lain.

Santri dan tentara

Lily Wahid memberikan sambutan mewakili keluarga dalam pembukaan pameran itu. Lily merupakan cucu Hasyim Asy'ari. Kata Lily, santri dan tentara pada saat itu selalu bersatu. Tentang kakeknya itu, menurut Lily, selalu mengutamakan toleransi, sabar, dan tawakal.

Menariknya, Hasyim Asy'ari mempunyai anak bernama Wahid Hasyim. Ia juga tokoh pesantren dan NU. Bahkan pernah diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai menteri. Ayah dan anak kemudian dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.

Sejak beberapa tahun lalu cucu Hasyim Asy'ari, Abdurrahman Wahid, baru diusulkan sebagai pahlawan nasional. Tokoh yang dikenal sebagai Gus Dur ini pernah menjabat Presiden RI. Kalau saja Gur Dur resmi diangkat sebagai pahlawan nasional, inilah keunikan dalam sejarah: kakek, anak, dan cucu mendapatkan anugerah Pahlawan Nasional.

Asal-usul Hasyim Asy'ari dalam pameran (Dokpri)
Asal-usul Hasyim Asy'ari dalam pameran (Dokpri)
Perwakilan NU, K.H. Suwadi D Pranoto mengatakan, dulu Hasyim Asy'ari menolak nasionalisme dari Timur Tengah. Soalnya, nasionalisme Nusantara telah menyatu dalam masyarakat. Hubungan antara santri dan tentara juga dikemukakan Suwadi. Bahkan secara guyon dia mengatakan Nusantara merupakan singkatan NU, santri, dan tentara.

Ikut memberikan sambutan perwakilan Lesbumi (Lembaga Seni Budayawan Muslim Indonesia). Organisasi ini didukung NU. Pada kesempatan selanjutnya Kepala Museum Kebangkitan Nasional, Tjahjopurnomo memberikan laporan penyelenggaraan pameran.

Aplikasi

Direktur Sejarah, Triana Wulandari, memberikan sambutan sekaligus membuka pameran. Menurut Triana, pendidikan sejarah kurang mendapat perhatian. Contohnya di tingkat SMP, pelajaran Sejarah dompleng di IPS. Baru di tingkat SMA ada peminatan.

Agar pelajaran sejarah menjadi menarik, Triana telah memfasilitasi masyarakat untuk membuat film dan aplikasi. Alasan Triana, masyarakat atau komunitas merupakan perpanjangan tangan pemerintah.

Pameran tokoh Hasyim Asy'ari terbuka untuk umum, sesuai dengan jam buka Museum Kebangkitan Nasional. Berlangsung mulai 22 Oktober 2017 dan berakhir pada 30 November 2017.

Seorang pengunjung dalam pameran (Dokpri)
Seorang pengunjung dalam pameran (Dokpri)
Museum Kebangkitan Nasional terletak di Jalan Abdul Rahman Saleh No. 26, dekat Atrium Senen atau RSPAD Gatot Subroto. Jika naik bis TransJakarta turun di halte Atrium atau halte Kwitang. Setelah itu berjalan kaki sekitar 300 meter.

Perlu diingat, Museum Kebangkitan Nasional tutup setiap Senin.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun