Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bom di Candi Borobudur 1985, Tragedi Kepurbakalaan Paling Tercela

15 Oktober 2017   13:12 Diperbarui: 15 Oktober 2017   16:25 2250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Akibat bom di Candi Borobudur pada 1985, tergambar dalam Pameran

Sejarah Nusantara terentang dalam masa yang amat panjang. Dimulai sejak ribuan tahun yang lalu dalam masa prasejarah, yakni masa sebelum dikenal tulisan. Selanjutnya masuk agama-agama dari luar, sehingga sejarah kita pun dipengaruhi oleh agama-agama itu. Dalam arkeologi atau ilmu purbakala dikenal empat babakan penting dalam sejarah Nusantara, yakni prasejarah, masa klasik (Hindu-Buddha), masa Islam, dan masa Kolonial.

Karena masa yang dialami begitu panjang, maka warisan yang ditinggalkan nenek moyang kita amat banyak dan beragam. Bahkan ada yang sempat terbengkalai selama ratusan tahun karena tertutup pepohonan, semak belukar, atau ilalang. Yang lebih parah, terkubur dalam tanah akibat letusan gunung berapi.

Terlantar
Banyak bangunan purbakala di Indonesia terlantar karena ditinggalkan para pendukungnya. Sepanjang pengetahuan saya, tinggalan terbanyak berasal dari masa pengaruh Hindu dan Buddha. Pengaruh kedua agama yang berasal dari India itu, ada di mana-mana. Namun yang paling terkenal adalah Candi Prambanan yang Hinduisme dan Candi Borobudur yang Buddhisme. Apalagi lokasinya relatif mudah dikunjungi sehingga populer di masyarakat.

Di lokasi-lokasi terpencil, tinggalan purbakala juga masih amat banyak. Ada yang berlokasi di perbukitan. Ada yang di tengah hutan. Pokoknya sulit dijangkau, kecuali oleh peminat wisata petualangan.

Boleh dikatakan memang kondisi tinggalan-tinggalan purbakala demikian masih belum aman. Ini karena keberadaannya tersebar. Sebaliknya, tenaga perawat yang ada masih minim. Anggaran yang tersedia pun belum mencukupi untuk biaya pelestarian tinggalan-tinggalan itu.

Faktor perusak
Selama ini dikenal beberapa faktor perusak tinggalan purbakala. Tinggalan yang setiap hari terkena panas matahari, angin, dan hujan, lama-kelamaan tentu berpengaruh pada kelestarian tinggalan itu. Begitu pula bencana alam, seperti gempa bumi, banjir, dan longsor. Namun, yang namanya pengaruh alam jelas sulit dihindari. Kita hanya mampu memperkecil tingkat kerusakan dengan teknologi yang dikembangkan manusia.

Berbagai tumbuhan juga diketahui banyak merusak tinggalan purbakala. Akar pohon besar yang tumbuh di sekitar candi, misalnya, mampu melesakkan batu-batu candi. Lumut, ganggang, dan jamur bisa membuat 'penyakit' pada batu candi.

Banyak tinggalan purbakala di Sumatera diketahui pernah diobrak-abrik hewan-hewan liar. Batu-batu besar terguling. Tinggalan kecil pecah-pecah. Begitu yang teramati.

Namun dari semua, manusialah yang paling tidak beradab. Bukan melestarikan tinggalan luhur nenek moyang, malah merusak. Sudah jelas terpasang papan "Dilarang Menaiki Candi", malah berfoto-foto di atas. Sudah terang ada tulisan "Dilarang Corat-coret", malah membuat vandalisme dan grafitinya dengan mengukir nama sekolah atau nama diri.

Maling-maling barang antik berkeliaran, karena bisnis tersebut memang menguntungkan. Penggalian liar mencari harta karun, ada di banyak daerah. Termasuk penyelaman liar di dalam laut/sungai.

Perbuatan manusia yang paling biadab pernah terjadi tahun 1985 lalu. Korbannya tidak tanggung-tanggung, Candi Borobudur. Diberitakan berbagai media cetak, pada 21 Januari 1985 pagi bom meledak di Candi Borobudur. Korban ledakan sembilan stupa. Inilah tragedi kepurbakalaan paling tercela sepanjang masa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun