Salah satu cara untuk 'memanjakan' penumpang bis TransJakarta (TJ) adalah menyediakan feeder atau kendaraan pengumpan. Kendaraan itu bisa berupa bis besar atau kecil yang dikenal sebagai angkutan kota (angkot). Untuk angkot, pengelola TJ bekerja sama dengan Koperasi Wahana Kalpika (KWK) menerbitkan kartu integrasi.
Kartu integrasi hanya berlaku bila kita naik kendaraan atau angkot yang berstiker khusus. Jam berlakunya pukul 05.00-09.00 dan pukul 16.00-20.00. Harga kartu integrasi cukup murah, hanya Rp15.000. Pada jam-jam khusus itu bila kita turun dari angkot, cukup perlihatkan kartu integrasi. Jadi tidak perlu membayar lagi. Bayangkan kalau kita membayar. Paling tidak Rp4.000 keluar untuk satu kali perjalanan.
Buat karyawan yang bekerja tiap hari, adanya kartu integrasi tentu saja amat menghemat pengeluaran. Kartu integrasi berlaku selama sebulan penuh. Setiap bulan kartu integrasi memiliki warna berbeda.
Meskipun saya jarang sekali naik angkot, setiap bulan saya selalu membeli kartu integrasi. Untuk rute Rawamangun-Kelapa Gading atau Goro-Kelapa Gading, kartu integrasi mulai dikeluarkan Mei 2017. Menurut informasi yang saya baca, beberapa rute KWK juga sudah menggunakan kartu integrasi, antara lain dari terminal Pulogadung dan Cililitan.
Lambat
Kartu integrasi hanya bisa dibeli pada bulan berjalan. Artinya begini, untuk kartu integrasi Oktober 2017, kita tidak bisa membelinya pada akhir September. Harus pada Oktober juga. Oh ya, saya membeli kartu integrasi di halte TJ ASMI atau Pulomas. Kedua halte cuma berjarak sekitar 500 meter.
Sayang, ketika hendak membeli kartu integrasi untuk periode Oktober 2017 saya kena pengalaman yang kurang mengenakan. Pada 2 Oktober pagi saya hendak membeli kartu integrasi di halte Pulomas, tapi kata petugasnya belum ada. Siangnya ketika pulang, saya biasa turun di halte ASMI. Di situ pun belum ada.
Sore hari 4 Oktober kembali saya pergi. Begitu saya tunjukkan kartu integrasi September 2017, ditolak oleh sopir. "Kartu sudah ada tadi pagi," kata si sopir. Terpaksa saya membayar.
Eh lagi-lagi bernasib apes ketika mau membeli di loket. "Kartu sudah habis tadi pagi pak, kita cuma dapat jatah 200," kata si mbak di halte Pulomas.
Terus terang, saya jarang sekali keluar rumah. Kebetulan saja saat itu saya diundang teman menghadiri acara pameran dan seminar. Maklum kerja bisa di rumah, apalagi Jakarta selalu macet. Jadi bisa menghemat ongkos dan tenaga.
Saya pikir manajemen KWK dan TJ kurang bagus, entah yang mana. Banyak penumpang seolah dipermainkan. Pengalaman pribadi saya, sejak Juni hingga Oktober kartu integrasi selalu datang terlambat.
Semoga kartu integrasi yang murah meriah ini bisa datang tepat waktu sehingga menolong warga Jakarta. Ke depan pengadaan kartu harus lebih baik. Bukan hanya untuk KWK tapi untuk mikrolet atau angkutan lain.
Masyarakat yang menggunakan kartu integrasi, sebenarnya membantu mengurangi pemakaian kendaraan pribadi. Dampaknya juga mengurangi kemacetan Jakarta.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H