Tahun 1970-an sebelum munculnya mesin hitung elektronik atau kalkulator kecil, mesin hitung manual banyak dipakai, terutama oleh kasir atau bendahara perusahaan. Mesin hitung demikian cukup besar dan berat. Pada masa itu, mesin hitung yang cukup populer bermerk Olivetti buatan Italia. Entah apakah pada masa itu ada merk-merk lain.
Saya menemukan mesin hitung Olivetti di gudang milik bapak mertua saya. Terbungkus kantong plastik yang sudah berdebu. Pasti bertahun-tahun berada di gudang tanpa sentuhan.
Setelah saya bersihkan, kondisinya cukup rapi. Seingat saya, dulu ayah saya pernah punya mesin serupa. Â Entah ke mana sekarang. Sewaktu duduk di SMP saya pernah pakai mesin itu. Mesin hitung manual tersebut bisa menjalankan fungsi tambah, kurang, kali, dan bagi.
Pemakaian mesin itu cukup mudah. Kita cuma menulis angka yang akan dihitung. Kemudian kita memilih tombol +, -, :, atau x. Setelah itu kita menurunkan tangkai yang ada di bagian kanan mesin. Angka-angka yang kita tuliskan akan tertera pada kertas.
Yang menarik dari si Olivetti, mesin itu memiliki tiga jenis angka 0, yakni 0, 00, dan 000. Ini untuk memudahkan kita menulis puluhan, ratusan, dan ribuan. Jadi kalau kita menulis 1.000.000, kita cukup menekan tombol 1 diikuti dua kali tombol 000.
Selain kertas, mesin hitung itu memerlukan pita. Semacam pita mesin tik, namun berukuran lebih kecil. Pita itu terdiri atas dua warna: hitam dan merah. Angka-angka yang berwarna merah merupakan hasil akhir hitungan.
Menurut informasi yang saya cari di internet, mesin hitung Olivetti didesain oleh Marcello Nizzoli pada 1949. Â Produksi dimulai pada 1960-an. Hingga 1980-an mesin hitung manual itu masih dipakai. Namun sedikit demi sedikit mulai digantikan mesin hitung elektronik yang lebih menghemat tenaga manusia. Jika dulu pada 1980-an terkesan jadul, kini di tahun 2017 malah terkesan antik.
Meskipun sudah jadul, masih saja ada kolektor yang mencari mesin hitung seperti itu. Saya perhatikan, dua-tiga tahun lalu beberapa orang menjual dengan harga Rp350.000 hingga Rp600.000. Tentu sesuai kondisi dan kesepakatan saja. Memang sekarang susah melihat mesin hitung manual. Di Jakarta setahu saya ada di Museum Bank Mandiri. Ingin rasanya mendirikan Museum Keluarga, berisi koleksi yang pernah dipakai oleh keluarga saya.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H