Entah mengapa sampai kini banyak lulusan arkeologi, terutama yang bekerja di instansi arkeologi, enggan menulis populer. Memang ada yang memiliki blog pribadi atau menulis dalam blog publik. Itu sudah lumayanlah. Tapi kalau mau berkualitas tentu harus menulis di media cetak, bahkan sekarang media daring, karena tulisan-tulisan kita akan disunting. Berbeda dengan blog pribadi atau blog publik yang tanpa suntingan.
Seharusnya memang kalangan arkeologi sendiri harus banyak menulis. Mereka mengerti permasalahan yang dihadapi instansi masing-masing. Memang angka kredit yang diperoleh dari tulisan di media cetak relatif kecil, maklum kebanyakan PNS. Namun berpikirlah ke depan untuk mencerdaskan masyarakat. Arkeologi termasuk sensitif karena benda-benda tinggalannya banyak bertebaran di areal terbuka. Sebagian besar berada di luar jangkauan instansi arkeologi. Tulisan yang gencar pasti bisa membuat masyarakat akan berapresiasi kepada arkeologi.
Lihat saja betapa banyak masyarakat yang "melecehkan" arkeologi. Ada yang melakukan penggalian liar, ada yang melakukan penyelaman liar, bahkan ada yang nyolong dari berbagai situs. Ini belum termasuk pengrusakan di situs kuno Trowulan yang kerap terjadi. Di mata mereka, benda kuno berharga mahal.
Saat ini kita sudah memiliki banyak Magister dan Doktor di bidang arkeologi lulusan dalam negeri dan luar negeri. Maka menulislah sebelum menulis itu dilarang. Sebarkanlah pengetahuan kepada masyarakat. Bekerjalah dengan hati karena akan menghasilkan kerja ikhlas dan kerja cerdas.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H