Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kehidupan Maritim Memberikan Kekayaan Arkeologis dan Historis bagi Indonesia

3 Agustus 2017   08:44 Diperbarui: 3 Agustus 2017   18:34 1619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Temuan arkeologis yang berhubungan dengan kemaritiman (Sumber: Bangkitlanh Bangsa Bahari, 2012)

Ternyata ada beberapa pendekatan baru untuk pengembangan arkeologi kemaritiman di Indonesia, sebagaimana tema Kongres Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia dan Pertemuan Ilmiah Arkeologi 24-27 Juli 2017 lalu. Salah satunya diungkapkan oleh Fadjar I. Thufail dari Pusat Penelitian Sumber Daya Regional LIPI. Ia membawakan makalah berjudul "Pendekatan Teori Jaringan-Aktor (Actor-Network Theory) dan Konsep Assemblage dalam Kajian Arkeologi Maritim.

Penelitian Fadjar dimulai ketika ia membaca buku tentang Arkeologi Maritim tulisan Keith Muckelroy pada 1978. "Kajian arkeologi maritim mengalami perkembangan yang pesat dan menarik, terutama berkaitan dengan eksperimen konseptual dan teori yang sejalan dengan ditemukannya lebih banyak situs arkeologi bawah air di berbagai belahan dunia," kata Fadjar.

Ia mengungkapkan lagi, salah satu perdebatan yang muncul dan berlanjut sampai saat ini adalah antara pandangan tentang sifat ideografis situs dan artefak arkeologi maritim dengan pandangan yang mengatakan bahwa situs dan artefak arkeologi maritim adalah bagian dari lanskap budaya maritim. Secara genealogis, lanjut Fadjar, perdebatan ini bersumber pada perdebatan yang lebih luas dalam teori kebudayaan tentang esensialisme kebudayaan yang berhadapan dengan kebudayaan sebagai jaringan sosial.

Menurut Fadjar, saat ini beberapa arkeolog telah mencoba menerapkan Teori Jaringan-Aktor (Actor-Network Theory/ANT), yang pertama kali dikemukakan oleh Bruno Latour, untuk memahami jaringan interaksi manusia dan antar manusia dengan teknologi. "ANT memunculkan konsep assemblage untuk menganalisis budaya material sebagai sebuah kumpulan yang terdiri atas bahan, teknologi dan proses pembuatan, ideologi, struktur sosial, dan simbiolisme yang tercermin melalui pola desain artefak atau pola struktur pelabuhan dan situs bawah airnya," demikian Fadjar.

Penelitian Pulau Bawean

Penelitian arkeologi maritim beberapa kali dilakukan di Pulau Bawean, Jawa Timur, termasuk oleh Balai Arkeologi Yogyakarta. Menurut salah seorang penelitinya, Hery Priswanto, Pulau Bawean mempunyai posisi strategis secara geografis dan memegang peranan sebagai salah satu lokasi transit alat perhubungan laut di masa lalu hingga masa sekarang. Juga sebagai salah satu mata rantai dari jalur perdagangan dan pelayaran di Laut Jawa.

Ilustrasi: Temuan arkeologis yang berhubungan dengan kemaritiman (Sumber: Bangkitlanh Bangsa Bahari, 2012)
Ilustrasi: Temuan arkeologis yang berhubungan dengan kemaritiman (Sumber: Bangkitlanh Bangsa Bahari, 2012)
Beberapa data arkeologi berhasil diperoleh dari penelitian itu yaitu bangkai kapal, pelabuhan kolonial, pemecah ombak kolonial, kantor administrasi pelabuhan (pesanggrahan), tata kota sangkapura, sebaran keramik asing pecahan dan utuhan, meriam, alat batu, mata uang, stupika, arca, nisan kuno, pelampung bola kaca, dan informasi mengenai jangkar kuno.

Pelestarian arkeologi maritim juga dikembangkan di Aceh dan Sumatera Utara. Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh, Deni Sutrisna, mengatakan dunia maritim dalam arkeologi Indonesia tidak hanya menyangkut artefak, struktur, situs, dan kawasan semata. Arkeologi melihat dunia maritim sebagai ladang tempat bersemainya berbagai bidang kehidupan (multi disiplin)  yang mendukung gerak kehidupan manusia maritim sebagai proses yang selalu tumbuh dan berkembang.

Deni mengungkapkan, Aceh-Sumatera Utara merupakan salah satu ladang kemaritiman Indonesia yang hadir sejak awal masehi. "Dari kehidupan maritimlah kita bertemu dengan berbagai tinggalan arkeologi bangsa-bangsa lain. Jejak kontak dan saling pengaruh antarbangsa di Nusantara dan bangsa-bangsa asing yang hilir mudik dari abad ke abad memberikan kekayaan arkeologis dan historis yang sangat penting bagi bangsa Indonesia," jelas Deni.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun