Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kata Betawi "Ane Reken Ceceng" Berasal dari Bahasa Arab, Belanda dan Tionghoa

18 Juli 2017   20:48 Diperbarui: 18 Juli 2017   20:52 1283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koleksi model perahu dan alat penangkap ikan (Foto: Dokpri)

Selasa, 18 Juli 2017 Kepala Museum Kesejarahan Jakarta, Sri Kusumawati membuka pameran "Betawi Punya Cerite" di Museum M.H. Thamrin yang berlokasi di Jalan Kenari II No. 15, Jakarta Pusat. Jalan masuk ke museum tidak jauh dari bekas kampus UI Salemba. Setelah itu kita berjalan sejauh kira-kira 200 meter.

Menurut Ati, demikian panggilan akrab Sri Kusumawati, lokasi Museum M.H. Thamrin dipilih karena jumlah pengunjung museum ini masih minim. "Mendapat kunjungan 20 orang sehari saja sudah bagus," begitu kata Ati. Biasanya pameran diselenggarakan di Museum Sejarah Jakarta atau populer disebut Museum Fatahillah. Museum yang terletak di kawasan kota tua Jakarta itu setiap hari dikunjungi 2.000-3.000 orang, kecuali Sabtu, Minggu, dan hari libur di atas 4.000 orang.

Museum Kesejarahan Jakarta adalah museum-museum yang dikelola Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. Ada empat museum yang berada dalam pengelolaan Museum Kesejarahan Jakarta, yaitu Museum Sejarah Jakarta, Museum Gedung Juang 45, Museum M.H. Thamrin, dan Museum Taman Prasasti.

Sebelumnya perwakilan DPD DKI Jakarta, Abdul Aziz, memberikan komentar bahwa kemajuan sebuah bangsa terlihat dari seberapa besar minat masyarakat terhadap sejarah dan museum. Bahkan, katanya, Betawi merupakan gabungan dari berbagai kebudayaan. Aziz mencontohkan kalimat populer "Ane reken ceceng" (Saya hitung seribu, penulis). Ane berasal dari bahasa Arab, reken bahasa Belanda, dan ceceng bahasa Tionghoa. Dan semuanya disebut bahasa Betawi.

Dari makanan hingga alat musik

Pameran "Betawi Punya Cerita" menampilkan berbagai hal tentang Betawi. Makanan dan minuman khas Betawi, antara lain kue kembang goyang dan bir pletok, ditampilkan bersama alat cetak beberapa jenis kue. Bersebelahan dengan makanan dan minuman, terpajang model perahu dan alat penangkap ikan. Di sampingnya ada beberapa jenis transportasi seperti bemo dan perahu eretan.

Koleksi model perahu dan alat penangkap ikan (Foto: Dokpri)
Koleksi model perahu dan alat penangkap ikan (Foto: Dokpri)
Topeng terlihat juga dalam pameran. Begitu juga beberapa jenis alat musik khas Betawi untuk memainkan gambang keromong dan tanjidor.

Sebagai pelengkap dari pameran, diselenggarakan latihan pembuatan batik. Peserta umumnya anak-anak sekolah dari sekitar museum dan undangan yang berminat. Sekitar 20 orang terlihat antusias membatik dengan aneka rupa gambar. Proses pencelupan dan pengeringan juga dipraktekkan di sana.

Tidak lupa para undangan disuguhi makanan khas Betawi berupa dodol dan uli. Terakhir, tentu saja soto Betawi sebagai menu makan siang. Pameran "Betawi Punya Cerite" akan berakhir 23 Juli 2017. Ayo yang belum sempat ke sana, segera cari waktu yang tepat.

Indonesia Raya

Sebelum dijadikan museum, dulu tempat ini memiliki banyak fungsi, terutama untuk pertemuan-pertemuan dari bermacam gerakan perjuangan kemerdekaan. Bahkan lagu Indonesia Raya pertama kali diperdengarkan di sini. Pada masa kemerdekaaan, keluarga Thamrin menyediakan gedung tersebut sebagai tempat berkumpul rakyat Indonesia dari berbagai golongan dan kelompok politik guna menyatukan tekad untuk kemerdekaan.

Koleksi alat musik dan topeng (Foto: Dokpri)
Koleksi alat musik dan topeng (Foto: Dokpri)
Muhammad Hoesni Thamrin sendiri lahir di Sawah Besar, 16 Februari 1894 dan meninggal pada 11 Januari 1941. Ia dipanggil Mat Seni karena mudah bergaul dengan siapa saja. Karena bergerak di bidang politik, Thamrin pernah menjabat Dewan Kota Batavia dan Dewan Rakyat.

Di kedua dewan, Thamrin bekerja sepenuh hati. Pidato Thamrin umumnya berupa persoalan mikro, seperti kampung yang becek tanpa penerangan dan masalah banjir. Ia juga mempersoalkan harga-harga bahan kebutuhan pokok yang sulit dijangkau rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun