Selama puluhan tahun banyak keramik asing kuno ditemukan di berbagai situs di Trowulan dan sekitarnya. Trowulan diyakini sebagai ibu kota Kerajaan Majapahit. Keramik-keramik kuno itu ditemukan secara tidak disengaja oleh masyarakat setempat ketika sedang mengolah tanah. Begitu pun oleh para arkeolog dalam kegiatan ekskavasi. Kenyataan itu membuktikan bahwa masyarakat Majapahit sudah terbiasa menggunakan keramik untuk keperluan hidupnya.
Dari hasil identifikasi diketahui ratusan ribu pecahan keramik asing itu berupa wadah, seperti tempayan, guci, buli-buli, cepuk, pasu, piring, mangkok, kendi, jambangan, vas, dan botol. Ada juga bagian-bagian bangunan, figurin, kelereng, dan lain-lain. Semua itu dalam berbagai bentuk, hiasan, warna, dan ukuran. Â
Barang-barang keramik itu berasal dari Tiongkok, pada masa dinasti Song abad X - XIII hingga dinasti Qing abad XVII-XX. Ada juga keramik dari negara-negara Asia Tenggara, antara lain Vietnam, Thailand, dan Kamboja, dari masa abad XII-XVIII. Mayoritas keramik Tiongkok berasal dari masa dinasti Yuan dan Ming awal (antara abad XIII hingga XV). Â
Keramik Thailand yang ditemukan diketahui buatan Swankhalok dan Sukothai.  Ditemukan pula keramik buatan Vietnam sezaman. Umumnya berupa mangkok dan cepuk.  Yang menarik, di antara keramik Vietnam ditemukan bahan bangunan.  Diduga benda itu  merupakan pesanan khusus.
Mayoritas temuan keramik berasal dari Tiongkok. Mungkin hal ini menunjukkan buatan Tiongkok lebih disukai dibandingkan buatan negara lain. Mungkin juga karena tersedia dalam jumlah cukup besar atau mempunyai kualitas lebih baik.Â
Tidak tertutup kemungkinan saudagar-saudagar India, Arab, Gujarat, Persia dan bangsa lain memperdagangkan berbagai komoditi dari negaranya. Dapat dikatakan pada masa itu Majapahit merupakan pusat kegiatan perdagangan bersifat internasional. Sejauh ini artefak dari luar Tiongkok, Thailand, Vietnam, dan Kamboja baru ditemukan dalam jumlah kecil sehingga sulit dianalisis.
Begitulah cerita tentang keramik. Tulisan ini saya olah dari tulisan Widiati dan Yusmaini Eriawati, keduanya adalah arkeolog yang menekuni keramik dari dua instansi yang berbeda. Widiati dari Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman. Yusmaini dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H