Peringatan Hari Purbakala semarak di berbagai daerah. Mengingat jatuh pada bulan Ramadhan, peringatan diawali dengan apel pagi di seluruh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB). Dilanjutkan pada sore hari dengan buka puasa bersama dan tumpengan. Di beberapa BPCB dan Balai Arkeologi (Balar), rangkaian kegiatan dimulai beberapa hari sebelumnya dengan menyelenggarakan pertandingan olahraga secara internal. Bahkan ada yang melibatkan masyarakat, seperti napak tilas, sosialisasi, dan diskusi. Untuk berbagi kegembiraan, tersedia hadiah doorprize untuk karyawan dan masyarakat.
Yang lebih semarak, apel pagi diadakan para karyawan instansi arkeologi dengan berpakaian daerah. Sambutan Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Harry Widianto, dibacakan dalam apel pagi itu.
Pelestarian
Ilmu Purbakala atau arkeologi didefinisikan sebagai sebuah ilmu yang mempelajari manusia pada masa lalu berdasarkan peninggalan budaya bendawi yang diwariskan kepada generasi masa kini. Ilmu Arkeologi muncul dan berkembang pada abad ke-18 di Eropa. Sebelumnya berkembang di Nusantara pada abad ke-17, dipelopori oleh GE Rumphius dan Raden Saleh.
Menurut Harry selanjutnya, mengacu kepada visi Pembangunan Kebudayaan, yaitu Terbentuknya Insan dan Ekosistem Kebudayaan yang Berkarakter dengan Berlandaskan Gotong Royong, maka kebudayaan Indonesia harus memiliki kemampuan  untuk berkembang dan beradaptasi serta berkontribusi dalam membangun masyarakat agar memiliki karakter yang mulia serta menjunjung tinggi nilai kebersamaan dalam membangun bangsa. Diharapkan instansi yang menangani bidang kepurbakalaan dapat lebih berperan riil dalam membangun peradaban Indonesia, sehingga akan selalu diakui dan diapresiasi keberadaannya, serta dibanggakan oleh masyarakat Indonesia dan dunia. "Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan kerja keras dan kerja cerdas disertai rasa ikhlas dan tanpa pamrih," kata Harry.
Selain kuantitas SDM yang ditingkatkan, menurut Harry, Direktorat Jenderal Kebudayaan juga memperhatikan upaya peningkatan kompetensi SDM bidang cagar budaya. Hal ini dilakukan dengan secara konsisten memberikan fasilitas beasiswa tingkat magister di bidang arkeologi, sejarah, antropologi, dan museum bekerja sama dengan universitas-universitas terbaik di bidang ilmu tersebut. "Kita sebagai individu pelestari dan pengelola cagar budaya wajib meningkatkan kompetensi di bidang masing-masing dalam menyongsong era milenial ini, yang tentunya menyuguhkan tantangan yang semakin besar dalam segala bidang, khususnya pelestarian cagar budaya," kata Harry.
Ditambahkan, masyarakat harus didorong untuk berperan aktif dalam melestarikan cagar budaya dengan senantiasa melibatkan peran serta publik ke dalam program dan kegiatan pelestarian cagar budaya, sehingga hasilnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat luas. Masyarakat yang terluar dan terpinggirkan juga harus diberi akses, bukan terluar dan terpinggirkan dalam artian geografis semata, tetapi lapisan masyarakat yang kurang memiliki akses untuk terlibat dalam pelestarian cagar budaya hendaknya mendapatkan perhatian khusus. Begitu pula, lanjut Harry, sinergi antara pemerintah dengan pemangku kepentingan  harus terus ditingkatkan, sehingga seluruh lapisan akan bergerak bersama dalam upaya melestarikan cagar budaya.
Puncak peringatan Hari Purbakala ditutup dengan syukuran antara keluarga besar Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman bersama Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI). Selain sambutan Harry Widianto, acara diisi dengan pembacaan puisi oleh mantan Direktur Jenderal Sejarah dan Purbakala, Hari Untoro dan mantan Direktur Peninggalan Purbakala, Nunus Supardi yang tentu saja berkenaan dengan dunia kepurbakalaan.***