Sebenarnya saya ingin datang pada acara pembukaan Pameran Gambar Cadas Indonesia Wimba Kala di Galeri Nasional, 28 April 2017 lalu. Ketika itu pameran dibuka oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid. Entah mengapa tiba-tiba saya terlupa.
Akhirnya berkunjung ke pameran tersebut baru terlaksana 2 Mei lalu. Saya tidak sendirian. Kami berempat ke sana. Mula-mula Dhewy Trisna yang datang. Berikutnya Berthold Sinaulan dan Lulu Istianah. Kecuali Lulu Istianah dari Pendidikan Sejarah, lainnya adalah arkeolog.
Beraneka ragam sebutan
Pasti banyak yang bertanya apa yang dimaksud dengan gambar cadas. Nah, menurut pakarnya, Dr. R. Cecep Eka Permana, gambar cadas memiliki beraneka ragam sebutan, seperti gambar gua, lukisan dinding gua, lukisan cadas, gambar cadas, seni cadas, dan lain-lain. Menurut istilah dalam bahasa Inggris, rock art, cave art,ataurock painting.
Cecep menjelaskan, kata ‘gambar’ digunakan sebagai sebutan yang bersifat umum karena tidak semuanya berupa ‘lukisan’. Sementara mengenai kata cadas, menurut Cecep, digunakan untuk menunjukkan bahwa gambar prasejarah tersebut dibuat atau terdapat pada batuan yang keras (cadas).
Gambar cadas merupakan data penting bagi ilmu pengetahuan, khususnya arkeologi, kesenian, dan sejarah kebudayaan. Hal ini karena gambar merupakan hasil karya manusia. Usia gambar cadas sendiri ribuan tahun. Uniknya, rata-rata gambar cadas menggunakan cat berwarna merah. Mungkin terbuat dari tumbuh-tumbuhan.
Vandalisme
Kami melihat suguhan film tentang gambar cadas. Oh ya, gambar cadas belum pernah ditemukan di Jawa. Entah mengapa gambar cadas ditemukan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Yang ironis kami lihat, beberapa gambar cadas dipenuhi vandalisme atau corat-coret. Pasti oleh pengunjung yang tidak menghargai warisan nenek moyang. Padahal gambar cadas terdapat di tempat-tempat yang tinggi, seperti dinding gua, atap gua, dan bukit.
Layang-layang tertua
Kami kemudian menuju ke bagian belakang. Ada film tentang gambar cadas milik Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman. Diinformasikan dalam film itu adanya gambar orang sedang memainkan layang-layang khas Sulawesi. Gambarnya memang terkesan abstrak tapi mudah dikenali. Begitu pun gambar layang-layangnya. Diduga 40.000 tahun lalu layang-layang sudah dikenal di Sulawesi Selatan. Inilah layang-layang tertua di dunia. Saat ini layang-layang demikian masih ada dan terbuat dari daun yang disambung-sambung.
Pameran gambar cadas masih berlangsung hingga 15 Mei 2017. Dalam rangkaian itu ada seminar (4 Mei 2017), Gallery Tour (29 April, 6 Mei, 13 Mei 2017), dan membuat mural gambar cadas selama pameran berlangsung. Buat yang belum tahu, Galeri Nasional beralamat Jalan Medan Merdeka Timur 14, persis di seberang stasiun Gambir. Tidak dikenakan karcis masuk untuk melihat pameran ini loh. Ayo segeralah merapat ke Galeri Nasional.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H