Bisa dipastikan masyarakat sudah mengenal tokoh Ki Hadjar Dewantara. Gambar wajahnya pernah tercetak pada mata uang dan prangko. Namanya diabadikan untuk jalan dan museum. Kalimat yang pernah diucapkannya, Tut Wuri Handayani, kini identik dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Hari kelahiran beliau, 2 Mei, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Begitulah kepopuleran nama Ki Hadjar Dewantara. Siapakah beliau? Apakah tokoh pendidik? Apakah tokoh politik? Ataukah beliau terkenal karena berkiprah di bidang tertentu?
Mulai Kamis, 27 April 2017 Museum Kebangkitan Nasional menyelenggarakan pameran bertajuk “Ki Hadjar Dewantara, Pemikiran dan Perjuangannya”. Pameran ini akan berakhir pada 31 Mei 2017. Jadi masih ada waktu panjang sejak sekarang. Pameran dibuka oleh Kepala Museum Kebangkitan Nasional, R. Tjahjopurnomo. Banyak undangan hadir dalam pembukaan, antara lain guru-guru sejarah, para pelajar, dan komunitas.
Museum Kebangkitan Nasional beralamat Jalan Abdul Rachman Saleh 26, Jakarta Pusat. Kalau naik bis Transjakarta bisa turun di halte Atrium atau halte Kwitang, tergantung dari mana arah Anda. Dari halte-halte tersebut, Anda cukup berjalan kaki karena jaraknya cuma sekitar 300 meter. Kalau naik taksi atau ojek, bilang saja Gedung STOVIA. Ini nama yang lebih dikenal ketimbang Museum Kebangkitan Nasional. Jaraknya beberapa meter dari RSPAD Gatot Subroto. Dulunya memang museum ini berfungsi sebagai Sekolah Kedokteran Bumiputera yang disebut STOVIA.
Pengetahuan
Banyak informasi bisa diperoleh lewat pameran ini. Misalnya nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, sebagai nama asli Ki Hadjar Dewantara. Belum lagi kelahirannya. Ki Hadjar lahir di Yogyakarta pada Kamis Legi, 2 Mei 1889. Disebutkan dalam salah satu panel bahwa Ki Hadjar pernah belajar di STOVIA. Sayang karena sakit, ia tidak menyelesaikan pendidikannya.
Dari panel lain, kita ketahui Ki Hadjar pernah belajar di pesantren di Kalasan. Pembimbingnya adalah Kyai Sulaiman Zainuddin. Sang kyai menjuluki Ki Hadjar “Jemblung Trunogati” atau seorang anak berperawakan kecil dengan perut buncit namun memiliki pengetahuan luas.
Ki Hadjar Dewantara juga yang membedakan makna antara sistem “pengajaran” dan “pendidikan”. Menurutnya pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan). Sementara itu, pendidikan lebih memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik).
Jangan dilupakan, Ki Hadjar Dewantara memiliki ajaran yang dikenal sejak lama, yakni Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani.
Banyak hal lagi yang bisa disaksikan dan dibaca pada panel pameran, antara lain soal cinta, perjuangan, politik, dan pendidik. Mari kita hargai tokoh-tokoh yang pernah berperan dalam sejarah. Karcis masuk Museum Kebangkitan Nasional murah kok, tapi informasi yang diperoleh bakal luar biasa. Sempatkan diri Anda ke Museum Kebangkitan Nasional yah.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H