Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pabrik dan Pengembang, Musuh Utama Pelestarian Peninggalan Kuno

8 April 2017   11:21 Diperbarui: 8 April 2017   21:30 1422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Situs Gandekan di Desa Harjosari, Bawen, Semarang dalam kondisi mengkhawatirkan. Menurut info, di lokasi tersebut akan didirikan pabrik.  Saat ini terlihat adanya bahan bangunan, termasuk pondasi yang sudah dibuat.

Diperkirakan terdapat candi di lokasi ini. Hal ini ditandai adanya yoni dan sejumlah batu kuno. Komunitas setempat sebenarnya sudah bergerak agar situs tersebut tidak hancur atau tertutup bangunan pabrik. “Mudah-mudahan tidak hancur dibantai industri,” kata Derry Aditya dari Komunitas Dewa Siwa.

Komunitas Dewa Siwa, yang senang blusukan dan mendata berbagai kepurbakalaan di Kabupaten Semarang dan sekitarnya, memang sudah lama bergiat pula di bidang pelestarian dan edukasi. “Jangan pernah bangga dengan Nusantara tanpa kita pernah bisa menjaga peninggalan leluhur,” tambah Derry.

Sebelum kasus Gandekan mencuat, Derry dan kawan-kawan blusukan di kaki Gunung Ungaran. Di lokasi tersebut ditemukan persebaran batuan lepas yang luas. Artefak-artefak tersebut mungkin saja belum terdata atau terdokumentasi oleh instansi berwenang. Derry hanya berharap artefak-artefak tersebut segera bisa terselamatkan dan teramankan.

Nego dengan pemilik tanah

Salah satu kendala dalam pelestarian peninggalan purbakala, umumnya karena artefak-artefak kuno tersebut berada dalam pekarangan atau sawah milik masyarakat. Derry pernah melakukan nego dengan pemilik tanah untuk mengamankan lingga. Nego tersebut cukup alot tapi akhirnya berhasil. Dalam blusukan Derry pernah mendengar  ada arca era klasik yang ditemukan masyarakat lalu dijual.

Derry dan lingga di pekarangan warga
Derry dan lingga di pekarangan warga
Derry pernah dipanggil Camat dan Danramil Sumowono berkaitan dengan penemuan Situs Jubelan. Sepengetahuan Derry, banyak situs terletak di kawasan pabrik. Pernah ditemukan arca Ganesha dalam pabrik tapi candinya belum. Mungkin sudah tergusur bangunan pabrik bahkan tertutup pabrik.

Termasuk di pabrik Sido Muncul. “Bahkan ketika situs di pabrik Sido Muncul saya dokumentasi, saya ditantang owner,” begitu cerita Derry, “Di kabupaten Semarang lawan  saya pabrik dan pengembang”. Menurut Derry, sudah banyak situs yang terlanjur hilang. Salah satunya prasasti di Ungaran yang dipakai untuk urugan tol Ungaran-Bawen. Ya musuh utama utama pelestarian tinggalan kuno memang kaum berduit. Padahal bukan tidak mungkin kalau dilakukan penelitian, lingkungan pabrik akan memiliki objek budaya yang sungguh luar biasa. Macam Candi Kedulan di kompleks UII Yogya.

Komunitas Dewa Siwa

Komunitas Dewa Siwa merupakan komunitas pecinta SItus dan WAtu candi. Mereka mencoba tidak berdiam diri melihat terbengkalainya ribuan situs di Kabupaten Semarang dan sekitarnya. Komunitas Dewa Siwa berupaya berperan serta untuk ikut membangunkan masyarakat dari ketidakpedulian terhadap peninggalan leluhur.

Juga ingin ikut mengedukasi masyarakat tentang batu kuno yang selama ini dipandang sebelah mata. Misalnya tentang fungsi, filosofi, dan arti pada zaman dahulu yang jarang diketahui masyarakat.

Disayangkan, sebenarnya kita pernah melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan  (AMDAL) dan Studi Kelayakan Arkeologi (SKA) untuk pembangunan proyek-proyek besar. Ironisnya, sejak beberapa tahun lalu AMDAL dan SKA tidak digubris lagi. Akibatnya pembangunan main hantam saja.

Hari-hari ini kita cuma bisa berharap kepada anggota masyarakat yang memberi perhatian lebih kepada berbagai tinggalan kuno. Mereka selalu melakukan perlawanan karena kecintaan kepada leluhur. Kita harapkan komunitas pelestari sejarah dan budaya akan bergandengan tangan untuk menyelamatkan peninggalan leluhur di mana pun berada.

Situs Kumitir

Ironis, pengrusakan situs arkeologi selalu terjadi di mana-mana. Pagi ini, 8 April 2017, dilaporkan bata-bata kuno di situs Kumitir, Trowulan, sedang diambili beberapa warga. Pedih menerima kabar tersebut. Menurut info sebuah bata dihargai Rp3000.   

Kejadian seperti ini memang sudah lama terjadi tanpa bisa dibendung. Kemiskinan menjadi inti permasalahan. Di lingkungan Trowulan pendirian pabrik dilarang. Jadi lapangan kerja terbatas. Terpaksa mereka bekerja sebagai petani dan pembuat bata. Padahal membuat bata saja sudah merusak lingkungan Trowulan yang padat situs kuno.

Tentu saja pemerintah setempat perlu turun tangan untuk menyelamatkan tinggalan-tinggalan kuno.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun