Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Cagar Budaya Abad ke-18 Ditemukan di Proyek Percantikan Kali Besar Kota Tua

12 Februari 2017   19:54 Diperbarui: 15 Februari 2017   06:41 2326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Proyek pembangunan kolam di Kali Besar (Foto-foto: Candrian Attahiyyat)

Jumat, 10 Februari 2017 lalu, rekan saya Candrian Attahiyyat, mem-posting sebuah ">video berdurasi 58 detik di Facebook. Isinya tentang temuan struktur kayu abad ke-18 di Kali Besar. Dalam video tergambar alat berat dan tanah yang tergali dalam rangka pembangunan kolam supaya air menjadi bersih.

Candrian sendiri mantan Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kota Tua Jakarta, nama ketika itu. Sejak 2014 Candrian pensiun sebagai PNS di Pemprov DKI Jakarta. Setelah itu ia menjadi Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) DKI Jakarta. Sebagai arkeolog, Candrian senang blusukan dan kulineran. Candrian bahkan sering menjadi narasumber bila ada perbincangan mengenai masa kolonial.

Candrian senang mendokumentasikan berbagai aspek kesejarahan dan kearkeologian wilayah Kota Tua Jakarta. Nah, dalam video tersebut terlihat cerucuk kayu, sampah dapur, dan artefak. Temuan-temuan ini sebenarnya bisa untuk menjelaskan kehidupan masa lampau. “Ini merupakan data bagus untuk merekonstruksi kehidupan sosial, selain persoalan teknologi,” kata Ketua Umum Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) Junus Satrio Atmodjo ketika dimintai komentar.

Mengenai pembenahan Kali Besar di atas potongan struktur kayu tua, pensiunan Guru Besar Arkeologi UI, Mundardjito, menyesalkannya karena proses percantikan Kali Besar tidak berwawasan pelestarian. “Selamatkan bukti sejarah,” tegasnya.

Revitalisasi
Kali Besar Barat mulai direvitalisasi Agustus 2016 lalu. Revitalisasi tersebut dalam rangka mempercantik kawasan wisata Kota Tua sesuai Instruksi Gubernur DKI Jakarta Nomor 101 Tahun 2016.

"Setelah direvitalisasi, jalan di sekitar Kali Besar Barat jadi tempat tongkrongan bagi wisatawan. Air di kali akan dijernihkan serta dilengkapi taman di kedua sisi," kata Norviadi S. Husodo, Kepala Unit Pengelola Kawasan (UPK) Kota Tua akhir Juli 2016 sebagaimana dikutip dari berita beritajakarta.com.

Moendardjito dari Tim Ahli Cagar Budaya Jakarta
Moendardjito dari Tim Ahli Cagar Budaya Jakarta
Masih dari laman resmi Pemprov DKI Jakarta ini, Norviadi mengatakan, revitalisasi Kali Besar terinspirasi Sungai Cheonggyecheon di jantung Kota Seoul, Korea. Sebagai tahap awal, revitalisasi Kali Besar Barat ditargetkan dilaksanakan sepanjang sepanjang 600-700 meter hingga Jembatan Kota Intan.

Menurut Norviadi, jika pengunjung berjalan di trotoar samping kali, pemandangan gedung-gedung tua yang mengelilingi kali terlihat indah. Nantinya, revitalisasi akan dilanjutkan hingga ke Kali Pakin, Pasar Ikan.

Studi Kelayakan Arkeologi
Proyek penjernihan Kali Besar dikerjakan oleh PT Ciria Jasa yang ditunjuk oleh Sampoerna Land sebagai penyandang dana. Penjernihan tersebut, sebagaimana dilansir wartakotalive, bukan memakai dana Pemprov DKI, tetapi menggunakan dana dari CSR Sampoerna Land.

Disayangkan, kegiatan tersebut tidak didahului oleh AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Begitu juga mengabaikan Studi Kelayakan Arkeologi (SKA). SKA seharusnya dilakukan dalam rangka mengantisipasi adanya benda-benda cagar budaya pada proyek pembangunan fisik. Apalagi di Jakarta pembangunan fisik begitu pesat.

Undang-undang Cagar Budaya (UUCB) 2010 malah sudah menyaratkan bahwa semua kegiatan pelestarian harus didahului dengan SKA dan dilaksanakan atau dikoordinasikan oleh Ahli Pelestarian.

Temuan cagar budaya berupa struktur kayu dari abad ke-18
Temuan cagar budaya berupa struktur kayu dari abad ke-18
Menurut catatan, sejauh ini benda cagar budaya dari wilayah Jakarta sangat sedikit. Ini karena banyak kawasan sudah tergerus pembangunan fisik, seperti jalan raya dan perumahan. Situs Tugu di Jakarta Utara, misalnya, sudah tertutup oleh jalan raya dan perumahan penduduk. Situs Pejaten di Jakarta Selatan tertutup oleh kompleks perumahan.

Diharapkan pengerjaaan proyek dapat dihentikan barang sebentar untuk memberi kesempatan kepada para pelestari dan peneliti. Jika sudah steril, sudah tentu pengerjaan boleh diteruskan. Tampaknya Jakarta tidak mau atau tidak pernah belajar dari kasus-kasus terdahulu. Banyak situs hilang karena proyek pembangunan fisik. Banyak situs pun sudah tertutup oleh hutan beton.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun