Jumat, 10 Februari 2017 lalu, rekan saya Candrian Attahiyyat, mem-posting sebuah ">video berdurasi 58 detik di Facebook. Isinya tentang temuan struktur kayu abad ke-18 di Kali Besar. Dalam video tergambar alat berat dan tanah yang tergali dalam rangka pembangunan kolam supaya air menjadi bersih.
Candrian sendiri mantan Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kota Tua Jakarta, nama ketika itu. Sejak 2014 Candrian pensiun sebagai PNS di Pemprov DKI Jakarta. Setelah itu ia menjadi Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) DKI Jakarta. Sebagai arkeolog, Candrian senang blusukan dan kulineran. Candrian bahkan sering menjadi narasumber bila ada perbincangan mengenai masa kolonial.
Candrian senang mendokumentasikan berbagai aspek kesejarahan dan kearkeologian wilayah Kota Tua Jakarta. Nah, dalam video tersebut terlihat cerucuk kayu, sampah dapur, dan artefak. Temuan-temuan ini sebenarnya bisa untuk menjelaskan kehidupan masa lampau. “Ini merupakan data bagus untuk merekonstruksi kehidupan sosial, selain persoalan teknologi,” kata Ketua Umum Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) Junus Satrio Atmodjo ketika dimintai komentar.
Mengenai pembenahan Kali Besar di atas potongan struktur kayu tua, pensiunan Guru Besar Arkeologi UI, Mundardjito, menyesalkannya karena proses percantikan Kali Besar tidak berwawasan pelestarian. “Selamatkan bukti sejarah,” tegasnya.
Revitalisasi
Kali Besar Barat mulai direvitalisasi Agustus 2016 lalu. Revitalisasi tersebut dalam rangka mempercantik kawasan wisata Kota Tua sesuai Instruksi Gubernur DKI Jakarta Nomor 101 Tahun 2016.
"Setelah direvitalisasi, jalan di sekitar Kali Besar Barat jadi tempat tongkrongan bagi wisatawan. Air di kali akan dijernihkan serta dilengkapi taman di kedua sisi," kata Norviadi S. Husodo, Kepala Unit Pengelola Kawasan (UPK) Kota Tua akhir Juli 2016 sebagaimana dikutip dari berita beritajakarta.com.
Menurut Norviadi, jika pengunjung berjalan di trotoar samping kali, pemandangan gedung-gedung tua yang mengelilingi kali terlihat indah. Nantinya, revitalisasi akan dilanjutkan hingga ke Kali Pakin, Pasar Ikan.
Studi Kelayakan Arkeologi
Proyek penjernihan Kali Besar dikerjakan oleh PT Ciria Jasa yang ditunjuk oleh Sampoerna Land sebagai penyandang dana. Penjernihan tersebut, sebagaimana dilansir wartakotalive, bukan memakai dana Pemprov DKI, tetapi menggunakan dana dari CSR Sampoerna Land.
Disayangkan, kegiatan tersebut tidak didahului oleh AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Begitu juga mengabaikan Studi Kelayakan Arkeologi (SKA). SKA seharusnya dilakukan dalam rangka mengantisipasi adanya benda-benda cagar budaya pada proyek pembangunan fisik. Apalagi di Jakarta pembangunan fisik begitu pesat.
Undang-undang Cagar Budaya (UUCB) 2010 malah sudah menyaratkan bahwa semua kegiatan pelestarian harus didahului dengan SKA dan dilaksanakan atau dikoordinasikan oleh Ahli Pelestarian.
Diharapkan pengerjaaan proyek dapat dihentikan barang sebentar untuk memberi kesempatan kepada para pelestari dan peneliti. Jika sudah steril, sudah tentu pengerjaan boleh diteruskan. Tampaknya Jakarta tidak mau atau tidak pernah belajar dari kasus-kasus terdahulu. Banyak situs hilang karena proyek pembangunan fisik. Banyak situs pun sudah tertutup oleh hutan beton.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H