Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keunikan Museum Kebangkitan Nasional, Memiliki PAUD dan Poliklinik untuk Masyarakat

29 Desember 2016   16:54 Diperbarui: 29 Desember 2016   17:04 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada 1849 keluar keputusan Gubernemen yang menetapkan bahwa di rumah sakit militer akan dididik 30 pemuda Jawa dari keluarga baik-baik serta pandai menulis dan membaca bahasa Melayu dan Jawa untuk menjadi dokter pribumi dan “vaccinateur” (mantri cacar). Selesai pendidikan mereka harus bersedia masuk dinas pemerintahan sebagai mantri cacar.

STOVIA merupakan penyempurnaan dari sistem pendidikan kedokteran Sekolah Dokter Jawa yang didirikan pada 1851 di Rumah Sakit Militer Weltevreden (sekarang RSPAD Gatot Soebroto). Sekolah Dokter Jawa menempati salah satu bangunan yang ada dalam rumah sakit militer, karena pengajarnya merangkap sebagai dokter di rumah sakit tersebut.

Aktivitas pendidikan dan asrama Sekolah Dokter Jawa yang berlangsung setiap hari dinilai mengganggu kenyamanan rumah sakit. Karena itu dewan pengajar memutuskan untuk memindahkannya dari lingkungan rumah sakit militer Weltevreden. Pada 1899 Direktur Sekolah Dokter Jawa Dokter H.F. Rool, mulai melaksanakan pembangunan gedung baru di samping rumah sakit militer.

Tanggal 1 Maret 1902 gedung tersebut secara resmi digunakan untuk pendidikan kedokteran. Asrama yang dibuat, dilengkapi berbagai macam fasilitas yang dibutuhkan oleh penghuninya. Gedung baru tersebut menjadi tempat belajar dan tempat tinggal yang menyenangkan, karena lingkungan sekitar gedung sangat asri. Demikian menurut Buku Panduan Museum Kebangkitan Nasional, 2013.

Gedung ini juga selalu dikaitkan dengan Boedi Oetomo, organisasi yang didirikan pada 20 Mei 1908. Dari gedung inilah muncul organisasi pergerakan yang melahirkan Hari Kebangkitan Nasional.

Mulai Juli 1920 kegiatan pendidikan STOVIA pindah ke gedung baru di Salemba, sekarang RSCM. Pada 1926 semua aktivitas di Gedung STOVIA  dipindahkan ke Salemba, termasuk asrama para pelajarnya.

Mengingat peran Gedung STOVIA yang sangat besar, pada 6 April 1973 gedung itu mulai dipugar oleh pemerintah DKI Jakarta. Peresmiannya dilakukan pada 20 Mei 1974 oleh Presiden Soeharto. Pada 7 Februari 1984 pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan sebuah museum di dalam Gedung Kebangkitan Nasional dengan nama Museum Kebangkitan Nasional.

Koleksi alat pemecah kepala (Dokpri)
Koleksi alat pemecah kepala (Dokpri)
Museum Kebangkitan Nasional termasuk kategori museum sejarah. Sejarah yang berkaitan dengan kedokteran dan STOVIA ditampilkan di sini. Ada alat bantu melahirkan, ada alat pemecah kepala, ada pula alat-alat kedokteran tradisional. Tokoh-tokoh Boedi Oetomo ikut ditampilkan. Mereka adalah Soetomo, M. Soeleman, Soewarno, M. Goenawan, R. Angka, Soeradji, dan Goembrek.  

Kemungkinan, kalau tidak ada organisasi pergerakan Boedi Oetomo kita lambat merdeka. Setelah Boedi Oetomo muncul pula organisasi kepemudaan dan keagamaan yang bertujuan untuk Indonesia merdeka.

Banyak tokoh sejarah dan peristiwa sejarah di Gedung STOVIA atau  Museum Kebangkitan Nasional. Silakan berkunjung untuk mengetahui bagaimana perjuangan para pendahulu kita. Setidaknya untuk cerminan pada masa kini agar sesama bangsa tidak saling gontokan.

Karcis masuk museum ini relatif murah, cuma Rp2.000. Tapi pengetahuan yang bakal didapat dari sana sungguh luar biasa. Kita bisa belajar kepahlawan para pemuda dari berbagai etnis bersatu padu melawan penjajah.*** 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun