Minuman teh sudah dikenal sejak lama. Bahkan di beberapa negara, seperti Jepang dan Korea, minum teh biasanya tidak lepas dari tradisi. Di Barat tradisi minum teh juga dikenal orang. Biasanya “waktu minum teh” di Barat berlangsung pukul 16-18 waktu setempat. Lain lagi di Tiongkok. Di sana teh adalah minuman sehari-hari dan diminum kapan saja. Boleh setelah makan, boleh pula kalau haus. Bahkan para tamu pun selalu disuguhi teh.
Teh adalah minuman dari daun tanam teh Camellia sinensis. Sebelum mencapai konsumen, produk teh terlebih dulu mengalami proses panjang yang kompleks dan sulit. Pertama kali daun teh dipetik. Setelah itu dilayukan, digulung, difermentasi, dikeringkan, digiling, dan terakhir dipak dalam kantung kedap udara karena teh mudah busuk.
Barulah teh boleh dikirim ke berbagai tempat. Di sana dilakukan tes oleh para ahli. Langkah berikutnya adalah mencampur berbagai jenis teh untuk menghasilkan teh yang diinginkan oleh konsumen tertentu.
Banyak faktor terlibat dalam pembuatan secangkir teh. Merek, kesegaran, kualitas daun, temperatur air, temperatur teko, dan lama penyeduhan amat memengaruhi kelezatan teh. Menurut Tong Sing (Buku Kebijaksaan China), yang menentukan nikmatnya secangkir teh dan cara penyeduhan yang benar adalah masalah selera.
Rasa, memang amat bervariasi. Orang Tiongkok tidak mencampurkan susu atau gula ke dalam minumannya, tetapi orang Tibet dan kaum pengelana di utara dan barat Tiongkok justru menambahkan susu, bahkan mentega. Cara menambahkannya adalah langsung di teko tempat menyeduh teh. Sedangkan di Indonesia, terutama Jawa, teh manis hangat (wedang legi) begitu disukai.
Sampai kini Tiongkok dianggap sebagai “surga” tanaman teh. Ada enam jenis teh yang dikonsumsi di sana. Yang paling banyak adalah teh hijau dan teh merah. Teh hijau berasal dari daun hijau yang tidak difermentasi. Hasilnya berupa minuman berwarna kuning pucat. Sementara teh merah difermentasi. Hasilnya berupa cairan pekat. Namun teh merah kalah populer dibandingkan teh hijau.
Selain itu dikenal teh hitam, berasal dari daun hitam yang difermentasi. Hasilnya berupa minuman berwarna kemerahan dengan cita rasa yang kuat. Yang agak asing di telinga kita adalah teh oolong, yakni setengah difermentasi dengan campuran rasa teh hijau dan teh merah.
Yang paling mahal adalah teh bunga, yaitu teh hijau berkualitas tinggi dicampur dengan bunga kering, seperti yasmin, mawar, dan krisan. Jenis lain adalah teh kotak, dalam hal ini campuran teh dibentuk menjadi kotak. Teh kotak populer di Rusia, Tibet, dan kaum pengelana di Tiongkok utara.
Khasiat
Di Tiongkok teh dikonsumsi untuk menambah gairah, membantu pencernaan, dan sebagai minuman segar. Menurut para peneliti medis, teh mengandung kafein, teofilin, dan teobromin yang merangsang sistem syaraf sentral dan mengendurkan otot. Juga mengandung polifenol dan beberapa vitamin B-kompleks. Polifenol atau tanin adalah zat anti oksidan yang memberikan rasa pada teh. Tetapi kalau kebanyakan malah tidak baik bagi kesehatan.
Secara spesifik, orang Tiongkok menganggap teh hijau paling banyak memiliki khasiat. Selain membantu pencernaan, teh hijau baik bagi penglihatan, menenangkan syaraf, merangsang otak, menguatkan pembuluh darah, menghilangkan lemak, melegakan tenggorokan, melawan racun, membunuh mikroorganisme, menyembuhkan diare, dan melancarkan fungsi ginjal.
Obat lain yang dianggap mujarab adalah jamur teh merah, yang dihasilkan dengan cara membuat ragi dari minuman teh merah dicampur gula. Jamur ini digunakan dalam pengobatan Tiongkok untuk sembelit, menguatkan hati dan ginjal, menghambat proses penuaan, menurunkan tekanan darah, dan meningkatkan ketahanan terhadap racun. Juga bisa digunakan untuk mencegah kanker.
Di Tiongkok kebiasaan minum teh dimulai pada masa dinasti Qin (221-206 SM) dan meluas ke Tiongkok utara terus ke lembah Sungai Yangtze pada masa kekaisaran Han (206 SM-220). Kemudian menjadi kebiasaan penting pada periode Tang (618-907).
Pendeta Buddha ikut memopulerkan teh. Mereka menanamnya di tanah luas di sekitar kuilnya. Dikabarkan, teh membantu mereka terjaga waktu meditasi. Bahkan mereka memasukkan upacara minum teh dalam kegiatan keagamaan mereka.
Pada akhir abad ke-12 warung teh menjamur di seluruh Tiongkok. Sejak itu kebiasaan minum teh amat digemari oleh kalangan terpelajar, penyair, dan bangsawan. Sementara pada masa dinasti Qing (1644-1911), warung-warung teh di Tiongkok menghidangkan makanan kecil sebagai teman minum teh dan menjadi tempat pertemuan bagi semua lapisan masyarakat di Tiongkok.
Tip Membuat Teh
Umumnya kita mengenal dua cara pembuatan minuman teh. Pertama, teh dimasukkan ke dalam teko. Setelah itu dituangkan air mendidih ke dalamnya. Bila teh sudah meluntur, barulah bisa diminum. Cara kedua adalah memasak teh dan air sekaligus di dalam teko. Di atas api itulah teh meluntur.
Sebagai bangsa yang sudah lama mengenal teh, tentu saja kita perlu memerhatikan tip membuat teh yang diberikan oleh pakar-pakar Tiongkok.
Pertama, jangan menggunakan air yang sudah dingin atau bekas dipakai merebus.
Kedua, gunakan air yang jernih, bukan jernih buatan. Kalau tidak jernih, tehnya keruh. Sedangkan air jernih buatan membuat tehnya suram.
Ketiga, gunakan teko yang tepat.
Keempat, jangan merebus terlalu lama karena akan menghasilkan zat tanin yang rasanya tidak enak.
Kelima, kalau mau pakai susu, gunakan susu segar tanpa krim. Susu krim mengambang di permukaan teh.
Keenam, kalau mau pakai gula, gunakan gula pasir. Gula merah terlalu manis untuk teh.
Minum teh bersama bisa untuk menjalin atau sarana pertemanan. Di Tegal amat dikenal istilah teh poci. Dengan teko dan sejumlah cangkir dari tanah liat, daun teh dimasukkan bersama gula batu. Betapa hangat dan nikmatnya minum teh sambil kongkow-kongkow.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H