Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Relief Karmawibhangga Membuktikan Candi Borobudur Bukan Dibangun Oleh Nabi Sulaiman

28 Desember 2016   12:23 Diperbarui: 28 Desember 2016   12:52 2830
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa inskripsi singkat yang teridentifikasi (Dok. Direktorat Purbakala)

Dari 160 panel relief, 35 panel memiliki inskripsi yang tertera jelas. Selebihnya mungkin sudah dihapus oleh si pemahat. Inskripsi itu ditulis dalam aksara Jawa Kuna dan berbahasa Sansekerta, bunyinya virupa (wajah buruk). Di bawah tulisan memang teramati ukiran sejumlah manusia yang digambarkan berwajah buruk. Mereka sedang merenung menyesali perbuatan mereka sebelumnya yang menyebabkan terjadinya ’hukum karma’. Inskripsi lain bertuliskan abhidhya (suasana tidak menyenangkan), vyapada (keinginan buruk), dan mitthyadrsti (perbuatan palsu).

Kemungkinan, inskripsi-inskripsi pendek itu tidak dipahat oleh satu orang. Berdasarkan pengamatan terhadap bentuk inskripsi, menurut N.J. Krom, paling tidak ada tiga jenis tulisan yang dibuat oleh tiga orang berlainan. Bahkan dari keseluruhan panel, tercermin adanya puluhan gaya pemahatan yang berbeda.

Inskripsi pendek itu kemudian dimanfaatkan untuk meneliti garis besar cara pembuatan candi. Para pakar meyakini pengerjaan dekorasi, seperti hiasan dan relief, dimulai dari bagian puncak bangunan terus ke bawah. Itu sebabnya ukiran dan pahatan relief pada bagian atas Borobudur tampak dikerjakan dengan sempurna. Sementara pada relief Karmawibhangga masih agak ’amburadul’.Mungkin itu pula sebabnya pada relief-relief di bagian atas bangunan tidak ditemukan inskripsi tentang pedoman pemahatan.

Inskripsi pendek itu dianggap bermanfaat untuk memperkirakan saat pembangunan Borobudur. Berdasarkan perbandingan dengan huruf-huruf Jawa Kuna yang digunakan dalam prasasti-prasasti berangka tahun, maka para pakar menduga bahwa inskripsi itu mirip sekali dengan prasasti-prasasti dari masa akhir abad ke-8 sampai awal abad ke-9 Masehi. Pada saat-saat itulah rupanya Borobudur dibangun.

Sampai kini masih misteri mengapa panel-panel itu ditutup oleh ’kaki tambahan’. Ada dugaan, panel-panel itu terlalu tabu untuk diperlihatkan kepada khalayak. Pada salah satu panel, misalnya,tergambar adegan aborsi dan pada panel lain tampak beberapa figur sedang direbus hidup-hidup.

Beberapa inskripsi singkat yang teridentifikasi (Dok. Direktorat Purbakala)
Beberapa inskripsi singkat yang teridentifikasi (Dok. Direktorat Purbakala)
Dugaan lain, pada saat proses pemahatan mencapai sisi timur laut, muncul persoalan serius dalam teknis bangunan. Ini memaksa para perencana bangunan untuk mengorbankan kaki candi yang sedang dipahat itu, lantas menutupnya. Setelah dikalkulasi, banyaknya batu tambahan tidak kurang dari 13.000 meter kubik. Mungkin sekali lantai batu tambahan diperlukan untuk menguatkan konstruksi bangunan yang sudah memperlihatkan tanda-tanda keruntuhan.

Berbicara Candi Borobudur memang menarik. Banyak tafsiran diberikan oleh arkeolog, sejarawan, seniman, arsitek, dan pakar-pakar lain. Bahkan oleh banyak pakar nyeleneh yang antara lain berpendapat Candi Borobudur dibangun oleh Nabi Sulaiman. Mereka mendasarkan tafsirannya berdasarkan ilmu cocokologi, ngawurlogi,danotak atik matuk.

Dari segi ilmiah, jelas relief Mahakarmawibhangga membuktikan Candi Borobudur bukan dibangun oleh Nabi Sulaiman.   Adanya aksara Jawa Kuno yang merupakan pengaruh dari India dan relief yang dikenal dalam cerita Buddhis menjadi petunjuk utama terhadap penafsiran yang dipaksakan itu.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun