Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Candi Plaosan, Bukti Toleransi Beragama di Masa Lalu yang Beberapa Arcanya Masih di Thailand

21 Desember 2016   19:36 Diperbarui: 21 Desember 2016   19:43 747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prasasti pendek di Candi Plaosan Lor (Dok. BP3 Jawa Tengah)

Pada Oktober 2003 di Candi Plaosan Kidul ditemukan sebuah prasasti yang diperkirakan berasal dari abad ke-9 M. Prasasti tersebut terbuat dari lempengan emas berukuran 18,5 cm X 2,2 cm. Tulisan pada prasasti menggunakan huruf Jawa Kuno dan bahasa Sansekerta. Isinya menguatkan dugaan bahwa Candi Plaosan dibangun pada masa pemerintahan Rakai Pikatan.

Diperkirakan dulu Candi Plaosan Lor berlantai dua. Mungkin bagian atas digunakan untuk tempat tinggal para pendeta Buddha. Namun karena terbuat dari kayu, bahan tersebut lapuk dimakan usia. Memang sisa-sisanya tidak pernah ditemukan sampai kini, namun tanda-tandanya masih bisa diidentifikasi.

Candi Plaosan Kidul berukuran lebih kecil. Candi-candi perwara yang terdapat di sana banyak yang sudah rusak, bahkan sebagian sudah dicuri orang sejak lama. Sisa-sisa dari kelompok itu adalah sejumlah arca Boddhisatwa dan Tara.

Salah satu kekhasan Candi Plaosan adalah permukaan teras yang halus. N.J. Krom, sarjana Belanda yang pernah menjadi Kepala Dinas Purbakala,  berpendapat teras candi ini berbeda dengan teras candi lain yang dibangun pada masa yang sama. Menurutnya, hal tersebut terkait dengan fungsi candi kala itu yang diduga untuk menyimpan teks-teks keagamaan milik para pendeta Buddha. Dugaan lain yang berasal dari para ilmuwan Belanda, jika jumlah pendeta di wilayah itu sedikit, maka mungkin teras itu digunakan sebagai sebuah wihara (tempat ibadah umat Buddha).

Jika melihat sekeliling,  Candi Plaosan sebenarnya merupakan kompleks candi yang luas. Hal ini ditunjukkan dari adanya pagar keliling sepanjang 460 meter dari utara ke selatan serta 290 meter dari barat ke timur. Juga interior pagar yang terdiri atas parit sepanjang 440 meter dari utara ke selatan dan 270 meter dari barat ke timur. 

Candi Plaosan pernah beberapa kali runtuh karena bencana. Yang terberat adalah gempa bumi pada abad ke-10. Karena batu-batunya tidak lengkap, maka pemugaran pasca kemerdekaan sulit sekali dilakukan pada candi itu.

Ironisnya, saat pemugaran berikutnya belum rampung, pada 2006 lalu terjadi gempa bumi cukup dahsyat. Candi Plaosan kembali berantakan. Stupa utama runtuh dan mengalami pergeseran posisi. Begitu pula bagian atap. Bahkan banyak batu pecah, retak, dan mengelupas.

Tangan-tangan jahil manusia ikut memperparah kondisi candi. Akhir November 2009 lalu Candi Plaosan, untuk kesekian kalinya,  kembali kecurian. Kali ini dua buah kepala arca Dhyani Buddha dan Boddhisatwa dipenggal orang-orang tak bertanggung jawab. 

Kini Candi Plaosan tentu saja memerlukan perhatian lebih. Pertama, dari ulah manusia karena masih banyak batu candi  berserakan di halaman. Kedua, dari iklim yang kadang-kadang ekstrem sehingga menimbulkan jamur dan lumut pada batu candi. Dengan demikian perawatannya memerlukan tenaga ekstra, terutama terhadap batu-batu yang terkena musibah gempa bumi 2006 lalu itu.

Yang menggembirakan, beberapa tahun lalu tim arkeologi menemukan pagar yang mengelilingi kedua candi.  Jadi Candi Plaosan Lor dan Plaosan Kidul merupakan kesatuan, sehingga cukup disebut Candi Plaosan. Saat ini antara Plaosan Lor dan Plaosan Kidul dipisahkan oleh jalan raya. Hasilnya pasti lebih banyak bila jalan aspal pembatas di antara kedua candi dikupas.

Masih di Thailand

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun