Teknologi
Kemampuan Homo erectus untuk membuat alat sudah jauh lebih maju daripada manusia purba di belahan dunia lain. Mereka tidak hanya melakukan pemangkasan, tetapi juga telah mengembangkan bentuk dan teknologi tertentu, misalnya kapak genggam. Di antara berbagai peralatan, keberadaan bola batu di Sangiran dinilai penting, meskipun keberadaan bola batu itu masih menjadi bahan perdebatan. Hal ini karena sebagian pakar beranggapan artefak itu bukan buatan manusia melainkan terbentuk secara alamiah sebagai akibat dari proses pelapukan.
Sebagian pakar lain berpandangan bola batu merupakan hasil pengerjaan manusia karena menampakkan bekas-bekas pengerjaan atau pemakaian, misalnya ada bekas-bekas pangkasan dalam upaya pembentukan menjadi bulat dan ada luka-luka kecil pada bagian tertentu akibat benturan (mungkin pemukulan). ”Ciri umum bola batu yang ditemukan di Sangiran berbentuk bulat dengan berat 500-1.100 gram. Bola batu tersebut kemungkinan berfungsi sebagai alat berburu dengan sistem lempar menggunakan bantuan tali,” demikian Harry Widianto dalam bukunya.
Manusia Homo erectus juga sudah mampu menghasilkan kapak genggam. Alat ini lebih modern dari kapak perimbas yang dihasilkan manusia purba di Afrika. Mereka mulai menerapkan teknik pemangkasan dan penyerpihan, sehingga mampu menghasilkan berbagai bentuk kapak, seperti segitiga atau oval. Secara morfologis kapak genggam mempunyai berbagai variasi tipologi. Namun karakter umum kapak genggam adalah berbentuk bulat lonjong dengan bagian ujung meruncing. Diduga kapak genggam berfungsi sebagai alat penusuk atau penetak. Alat ini merupakan masterpiece karya Homo erectus. Sebagai pemburu ulung, Homo erectus juga menciptakan kapak pembelah. Tajamannya yang lebar memang cocok untuk alat pembelah seperti kapak zaman sekarang.
Museum
Sejak menjadi warisan dunia, pelestarian dan pengembangan Situs Sangiran mengalami kemajuan. Upaya awal sempat terhambat karena terjadinya krisis moneter berkepanjangan di Indonesia pada 1998. Pada 2002 semangat membangun Situs Sangiran menggeliat kembali. Pembuatan rencana induk Situs Sangiran selesai pada 2004. Tiga tahun kemudian selesai pembuatan Detail Engineering Design Pelestarian Situs Sangiran.
Meskipun ‘berkelas dunia’ namun sebenarnya situasi lapangan di Sangiran “tidak mencerminkan apa-apa”. Ini karena lahannya hanya berupa sebuah bentangan padang gersang. Maka ketika itu timbul pemikiran agar pesan-pesan dari masa lalu dapat dinikmati oleh masyarakat, haruslah didirikan sentra-sentra informasi secara representatif di kawasan situs. Empat kluster telah dipilih untuk pengembangan kawasan, yaitu Krikilan sebagai pusat pengunjung dengan Ngebung, Bukuran, dan Dayu sebagai satelit-satelitnya. Museum Sangiran di kluster Krikilan telah diresmikan pada 15 Desember 2011. Museum-museum lainnya diresmikan pada 2014.
Pertengahan Februari 2012 ketika mengunjungi Sangiran, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan terkesan pada Museum Sangiran. Menurutnya, penataan museum cukup bagus dan bisa menjadi obyek wisata yang menarik bagi turis. Beliau juga mengharapkan Sangiran bisa menjadi pusat kajian manusia purba internasional.***
Daftar Pustaka
Simanjuntak, Truman dan Budiman (ed.). Kehidupan Purba Sangiran. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, 2011.