Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jangan Menghubungkan Arkeologi dengan Harta Karun dan Wangsit

8 Desember 2016   06:24 Diperbarui: 8 Desember 2016   10:01 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekskavasi di Banten Lama (Dokpri)

Ekskavasi

Sesungguhnya dalam ilmu arkeologi terdapat tiga tahapan penelitian, yaitu observasi (pengumpulan data), analisis (pengolahan data), dan eksplanasi/interpretasi (penafsiran/kesimpulan). Ketika melakukan observasi, terdapat metode penelitian yang disebut ekskavasi.

Ekskavasi dilakukan untuk membuktikan hipotesis atau mendapatkan tinggalan purbakala yang kemudian diolah menjadi data. Data arkeologi bersifat sangat terbatas, rapuh, dan jika dipindahkan akan kehilangan konteksnya. Ekskavasi bersifat pengrusakan, artinya tanah yang digali tidak mungkin dikembalikan seperti keadaan semula. Oleh karena itu ekskavasi harus terekam dan terdokumentasi dengan baik. Ekskavasi juga harus dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Ekskavasi di Banten Lama
Ekskavasi di Banten Lama
Tujuan arkeologi bukan hanya menemukan benda, tetapi mengungkapkan segala keterangan mengenai tingkah laku manusia yang mencakup sistem ideologi, sistem sosial, dan sistem teknologi. Tujuan tersebut tercakup dalam tiga hal, yakni merekonstruksi sejarah kebudayaan, merekonstruksi cara-cara hidup masyarakat masa lalu, dan menggambarkan proses-proses budaya. Dalam melaksanakan ketiga tujuan pokok tersebut arkeolog berusaha menemukan, mengenali, melukiskan, dan menganalisis benda-benda arkeologi yang ditemukan secara utuh maupun pecahan.

Disayangkan, karena kebanyakan temuan arkeologi berupa pecahan, maka arkeologi dianggap tidak menarik. Bahkan, karena temuan arkeologi dipandang tidak fantastik atau spektakuler, maka arkeologi jarang sekali mendapat porsi pemberitaan di media dibandingkan masalah ekonomi dan politik. Padahal, baik utuhan maupun pecahan, tetap merupakan data arkeologi yang berharga untuk merekonstruksi sejarah kehidupan manusia. Jadi jangan menghubungkan arkeologi dengan harta karun atau wangsit lagi.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun