Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menurut Kitab Kuno, Seorang Pemimpin Harus Memiliki Watak Adil Merata Tanpa Pilih Kasih

3 Desember 2016   17:41 Diperbarui: 4 Desember 2016   04:59 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai Wayu (Dewa Angin), raja harus mampu menyusup ke tempat-tempat tersembunyi. Artinya raja harus senantiasa mengetahui hal-ikhwal rakyatnya dan semua gejolak di berbagai lapisan masyarakat. Banyak raja di Jawa terlebih Raja Hayam Wuruk dari Kerajaan Majapahit, sering melakukan perjalanan keliling ke daerah-daerah pelosok sebagaimana diberitakan Kitab Nagarakretagama. Pada zaman Hayam Wuruk inilah Majapahit mengalami masa kejayaannya.

Sebagai Kuwera (Dewa Kekayaan), disyaratkan raja menikmati kekayaan duniawi, bukan kekayaan materi. Dulu berbagai kekayaan di Tanah Jawa, terutama hasil pertanian, berhasil dikelola dan dinikmati dengan baik. Terbukti selama berabad-abad Jawa  mendapat sebutan gemah ripah loh jinawi. Negaranya tenteram, rakyatnya hidup makmur.

Sebagai Waruna (Dewa Laut) yang bersenjatakan jerat, raja harus menjerat semua penjahat. Para penjahat selalu menyebabkan kemunduran negara. Dengan kitab hukum yang dijunjung tinggi ditambah para penegak hukum yang tegas dan mampu mengambil keputusan terbaik dalam pengadilan, maka dulu rakyat menjadi taat hukum sehingga mereka takut berbuat jahat.

Sebagai Agni (Dewa Api), raja harus membasmi semua musuhnya dengan segera. Dalam praktik kepemimpinan, api (yang bersifat konstruktif) diidentikkan dengan semangat atau keberanian.  Yang termasuk musuh raja adalah pencuri dan penjahat, juga  ketakutan, kelicikan, keragu-raguan, dan segala hal yang menghambat dinamika kehidupan bernegara.

Di masa kuno raja benar-benar berpegang teguh kepada dharmma. Raja bersikap adil, menghukum yang bersalah, memberikan anugerah kepada yang berjasa, bijaksana, tidak sewenang-wenang, waspada terhadap gejolak di masyarakat, memberikan rasa tenteram kepada rakyatnya, dan berwibawa.

Bahkan raja tidak sungkan-sungkan untuk memimpin sidang pengadilan. Padahal, menurut kitab hukum Manawadharmmasastra, raja tidak boleh menjadi hakim sendiri. Demi rakyatlah raja terpaksa turun tangan untuk memutus suatu perkara yang pelik.  

Mahabharata dan Ramayana telah memberikan pelajaran berharga untuk masyarakat masa sekarang. Banyak kearifan terdapat di dalamnya. Tinggal kita saja bagaimana mau meresapi kedua kitab kuno itu.***

Penulis: Djulianto Susantio

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun