Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Dokter Angka, Tokoh Kemanusiaan di Balik Budi Utomo

1 Desember 2016   06:53 Diperbarui: 1 Desember 2016   10:09 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dari kiri Prof Dr Djoko Marihandono, Darmansyah, dan Dr Yuda B Tangkilisan (Foto: Djul)

Dokter Angka, foto di Ruang Auditorium Museum Kebangkitan Nasional (Foto: Djul)
Dokter Angka, foto di Ruang Auditorium Museum Kebangkitan Nasional (Foto: Djul)
Ia masuk STOVIA pada 4 Januari 1904. Dari kota kecil di Jawa Tengah, Angka mampu beradaptasi dengan lingkungan baru di Batavia. Ia sering berdiskusi tentang kondisi bangsa saat malam hari atau kala istirahat. Karena wataknya pendiam dan hati-hati, dalam organisasi Boedi Oetomo ia diangkat menjadi bendahara.

Angka lulus STOVIA pada 30 Juli 1912 dengan predikat cumlaude. Atas prestasinya itu, ia menerima cenderamata dari STOVIA berupa jam saku berantai dengan gantungan terbuat dari emas dan kuku macan.

Angka pernah ditugaskan sebagai dokter pemerintah di Semarang, Sawahlunto, Bogor, Purbalingga, Brebes, Pemalang, Kendal, Banyumas, dan Purwokerto. Pada 1935 ia menangani pemberantasan penyakit frambosia di Pemalang. Pada 1954 menangani penyakit malaria di Cilacap bersama UNICEF.

Setelah pensiun, dokter Angka dan beberapa dokter di Purwokerto mendirikan Apotek Dwiwarna (Oktober 1949). Lokasinya di Jalan Jend. Gatot Soebroto 36, Purwokerto. Namun pada 1970 karena satu per satu pemegang sahamnya pindah dari Purwokerto, apotek itu dijual.

Dokter Angka pernah diminta untuk menandatangani “surat pernyataan pengakuan” sebagai perintis kemerdekaan agar mendapatkan tunjangan pemerintah. Namun ia menolak karena beranggapan jasa-jasanya merupakan kewajiban dan tanggung jawab kepada pemerintah beserta rakyat Indonesia, tanpa mengharapkan imbalan apa pun. Saya merasa kecil dan tidak ikut berjasa...,” tutur dokter Angka.

Angka menikah dengan R.A. Soedjiah dan dikaruniai tujuh anak, yaitu Soeprapti, Soekartini, Achmad Soeprapto, Maryani, Soeparti, Soejati, dan Soeharti. Cucunya berjumlah 14 orang. Semasa hidupnya, dokter Angka mengabdikan dirinya sebagai dokter dan pendidik. Dalam usia 85 tahun dokter Angka masih tetap melakukan tugas kemanusiaan.

Dokter Angka meninggal di Purwokerto pada 1975 dalam usia 88 tahun. Ia dimakamkan di Pesarean Keluarga Kebutuh Sokaraja. Nama dokter Angka kemudian diabadikan sebagai nama jalan yang melintasi rumah sakit lama di Purwokerto.

Dokter Angka jelas banyak berkecimpung di bidang sosial. Di lain pihak, teman-temannya bergerak di bidang politik yang ‘berisik’. Maka nama dokter Angka hanya terlihat sepintas. Namun bukan tidak mungkin banyak yang bisa tergali dari tokoh ini.***

Penulis: Djulianto Susantio

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun