Kemacetan Jakarta sudah terjadi sejak lama. Jangankan di jalan-jalan biasa, para pengguna jalan sering mengalami kemacetan di jalan bebas hambatan, terutama pada jam-jam kerja. Kemacetan bertambah parah apabila lampu pengatur lalu-lintas tidak berfungsi, ada genangan air sehabis hujan, atau ada kecelakaan. Kemacetan tentu saja berdampak buruk, seperti pemborosan bahan bakar dan tenaga. Kemudian merambat ke kualitas udara dan penurunan kesehatan masyarakat.
Adanya bis Transjakarta diharapkan akan mengurangi kemacetan. Karena mempunyai jalur sendiri, maka lama waktu tempuh bisa diprediksi. Ternyata kemudian banyak angkutan umum lain dan kendaraan pribadi justru sering menerobos jalur busway sehingga bis Transjakarta ikut tersendat.
Bis Transjakarta mulai diperkenalkan di Jakarta pada 2004 masa Gubernur Sutiyoso. Modelnya meniru moda transportasi sejenis di Bogota, Kolombia. Semula moda transportasi baru ini banyak mendapat tentangan masyarakat karena harus menebangi ratusan pohon di sepanjang koridor yang dilalui. Namun akhirnya masyarakat merasa terbantu karena memperoleh sarana transportasi yang dianggap nyaman, aman, dan tepat waktu.
Namun ternyata harapan masyarakat belum terpenuhi. Jumlah armada bis masih belum memenuhi harapan. Tak ayal para penumpang sering berdesak-desak di dalam. Waktu tunggu kedatangan bis pun cukup lama, bisa sampai 30 menit bahkan lebih. Dampaknya, antrean sangat membludak sehingga penumpang tidak bisa mengontrol diri. Akibat lain, masyarakat masih lebih senang menggunakan kendaraan pribadi. Belum termasuk kendaraan yang berbasis aplikasi.
Sampai 2013 Transjakarta memiliki 12 koridor. Pada 2016 ini jumlah koridor telah bertambah, termasuk ke sekitar penyangga Jakarta, seperti Ciputat, Bekasi, Depok, dan Tangerang. Saya dengar ada banyak bis bantuan dari Kementerian Perhubungan. Operator bis seperti Kopaja dan Mayasari Bhakti juga sudah menambah armada untuk masuk dalam manajemen Transjakarta.
Saya sendiri sering naik dan turun di halte ASMI. Nah di situ saya lihat ada rute khusus ASMI – Taman Harapan Indah dan ASMI – Rawabuaya. Berarti rute Transjakarta telah berkembang. Padahal seharusnya rute awal adalah Pulogadung – Harmoni, lalu ditambah Pulogadung – Kalideres. Bahkan pernah Pulugadung – Bundaran Senayan.
Waktu tunggu
Dua-tiga tahun lalu waktu tunggu bis Transjakarta relatif lama. Saya pernah bosan berdiri sampai 30 menit loh. Yang bikin kesal, saya pernah lihat dari jembatan penyeberangan, ada dua-tiga bis antre mengambil penumpang. Bahkan pernah sampai lima bis. Saya sudah berlari pun tidak mampu mengejar. Rupanya pengelola kurang memperhatikan manajemen transportasi. Harusnya kan dikasih jeda, taruhlah setiap lima menit.
Namun saya lihat ada kekurangan dalam sistem mengantre. Karena tidak ada pembatas, maka antrean menggerombol. Dengan demikian, bisa terjadi calon penumpang yang datang belakangan bisa naik terlebih dulu. Harusnya dibuat sistem antrean memanjang ke belakang. Jadi yang datang lebih dulu, yah naik lebih dulu. Baru menyusul yang belakang.
Nah, ada satu hal lagi yang saya mau kasih komentar. Sementara ini bis yang beroperasi terdiri atas bis tunggal dan bis gandeng. Bis tunggal memiliki satu pintu, sementara bis gandeng memiliki tiga pintu. Sebagian besar halte kini sudah diperluas. Umumnya memiliki banyak pintu karena saya percaya dirancang untuk bis tiga pintu.