Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sepasang Prasasti Kembar ini Terpisahkan dan Mengalami Beda Nasib

3 September 2016   06:53 Diperbarui: 13 September 2016   20:36 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prasasti Wanua Tengah 1 di Museum Nasional

Apa yang ada di pikiran Anda jika melihat batu seperti gambar di atas? Bisa jadi biasa saja. Bisa pula terkagum-kagum dan merasa tersentuh. Memang itu bukan batu biasa tetapi batu kuno yang mampu bercerita. Sekilas tidak ada yang istimewa pada batu tersebut. Namun kalau diamati dengan teliti, ada goresan-goresan aksara kuno terukir di badan batu. Hanya peminat epigrafi yang mampu membaca batu kuno itu, yang lazim disebut prasasti.

Prasasti tersebut dinamakan Wanua Tengah 2, yang kadang ditulis Wanwa Tengah 2 atau Wanua Tenah 2, berasal dari masa Kerajaan Mataram Kuno. Sejak beberapa waktu lalu, Prasasti Wanua Tengah 2 teronggok di bawah pohon persis di depan pendopo Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Dari hari ke hari kondisi prasasti semakin mengkhawatirkan. Siapa saja bisa melakukan vandalisme pada prasasti itu karena tidak ada penjaga dan perlindungan. Sering kali juga dijumpai, berbagai jenis sampah dibuang di atas prasasti yang terletak di pinggir jalan itu. Angin, panas, dan hujan yang menerpa prasasti ganti-berganti, semakin menambah parah kondisi prasasti. Dibandingkan dengan awal penemuan, kini beberapa aksara prasasti sudah mulai aus. Bahkan ada yang tidak terbaca lagi.

Selama beberapa lama, keberadaan Prasasti Wanua Tengah 2 sempat menghebohkan para pemerhati masa lampau karena diduga hilang. Ternyata bagian yang ada tulisannya diletakkan tertelungkup sehingga tidak kelihatan dari luar. Maklum, tidak banyak orang yang mengerti aksara kuno. Ironisnya sekarang, di dekat prasasti terletak bak sampah dan gerobak sampah. Bahkan ketika hujan deras beberapa hari lalu, lokasi prasasti tergenang air kotor cukup tinggi.

Prasasti Wanua Tengah 2 kondisi 2015
Prasasti Wanua Tengah 2 kondisi 2015
Buku Kamus Arkeologi Indonesia 2 (1979) menyebutkan: “...prasasti masih terletak di tempatnya”. Jelas mengacu pada kawasan Candi Argapura, juga termasuk Kabupaten Temanggung, tempat pertama kali ditemukan. Entah sejak kapan prasasti itu dibawa ke dekat rumah dinas bupati. Mungkin dengan alasan keamanan, mengingat pengawasan di wilayah gunung sulit dilakukan.

Pernah direncanakan pihak Pemkab akan membuatkan taman untuk meletakkan prasasti. Namun disayangkan sampai sekarang pembuatan taman belum terlaksana. Hanya dibandingkan kondisi awal 1985, kondisi prasasti di pertengahan 2016 ini sudah lebih terurus. Prasasti tersebut sudah memiliki pelindung, meskipun dalam bentuk sederhana.

Menurut Kamus Arkeologi Indonesia 2 (1979: 308), Prasasti Wanua Tengah berupa dua buah prasasti batu yang isinya sama. Kedua prasasti ditemukan di Candi Argapura, Kabupaten Temanggung. Aksara dan bahasa yang digunakan Jawa Kuna.

Prasasti Wanua Tengah 2 kondisi 2016
Prasasti Wanua Tengah 2 kondisi 2016
Kini prasasti pertama (Wanua Tengah 1) disimpan di Museum Nasional Jakarta dengan nomor D.81. Menurut Trigangga, Prasasti Wanua Tengah 1 ditemukan sekitar 1860-an, lantas dibawa ke Bataviaasch Genootschap pada 1890. Entah mengapa saudara kembarnya, yakni Prasasti Wanua Tengah 2, tidak ikut dibawa ke Batavia. 

Prasastinya kembar, nasibnya beda. Begitulah yang bisa kita katakan. Kondisi Prasasti Wanua Tengah 2 bertolak belakang dengan Prasasti Wanua Tengah 1. Karena sudah memiliki majikan, maka Prasasti Wanua Tengah 1 aman dari terpaan hujan dan matahari, termasuk dari hal-hal lainnya. Bahkan prasasti tersebut sering dimandikan untuk menghilangkan segala kotoran yang melekat padanya.

Prasasti Wanua Tengah berbahan batu andesit, terdiri atas enam baris tulisan. Aksara pada baris ke-1 sampai ke-4 terbaca jelas. Hanya pada baris ke-5 dan ke-6, beberapa aksara tidak terbaca. Orang pertama yang menerbitkan Prasasti Wanua Tengah adalah Brandes dan Krom lewat bukunya Oud-Javaansch Oorkonden (1920).

Prasasti Wanua Tengah menyebutkan bahwa pada 5 Kresnapaksa bulan Jyesta785 Saka (= 10 Juni 863 Masehi), Rakai Pikatan pu Manuku meresmikan desa Wanwa Tengah menjadi sima, ketika yang menjadi raja Rakarayan Kayuwangi pu Lokapala.

Di kalangan arkeologi, penemuan prasasti dianggap paling penting karena merupakan artefak bertanggal mutlak. Umumnya, sebagian besar prasasti memuat angka tahun dan nama-nama pejabat kerajaan.

Prasasti Wanua Tengah 1 di Museum Nasional
Prasasti Wanua Tengah 1 di Museum Nasional
Mudah-mudahan segera ada upaya dari pihak terkait untuk melestarikan Prasasti Wanua Tengah 2 yang aksaranya sudah semakin aus itu. Jangan sampai masyarakat mencemooh, ada prasasti terlantar, kok Pemkab Temanggung diam saja. Beberapa waktu lalu saya pernah minta tolong seorang teman di Balai Konservasi Borobudur agar menyampaikan nasib buruk prasasti kepada pejabat Disparbud yang saat itu sedang berkunjung ke Candi Borobudur. Kita harapkan pihak terkait akan memberi respon positif demi kelestarian artefak kuno itu. Sebaiknya prasasti tersebut disimpan di dalam museum agar terlindung dari cuaca. Bukankah peninggalan budaya masa lalu dari Temanggung dan sekitarnya amat banyak dan beragam? Jelas Pemkab Temanggung perlu membuat museum.

Secara berseloroh seorang staf Museum Nasional mengatakan sebaiknya Prasasti Wanua Tengah 2 disandingkan dengan saudara kembarnya di Museum Nasional. Seorang rekan justru memandang Prasasti Wanua Tengah 2 harus di Temanggung karena kebesaran Kerajaan Mataram Kuno. Saat ini di Magelang dan sekitarnya sudah ada komunitas peduli sejarah Nusantara. Mereka tergabung dalam Medang Kingdom Community. Semoga teman-teman komunitas bisa berperan aktif lewat aktivitas blusukan ke berbagai situs arkeologi, sekaligus menginventarisasi dan melestarian kepurbakalaan.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun