Baru pertama kali Galeri Nasional menampilkan pameran bertajuk Goresan Juang Kemerdekaan: Pameran Koleksi Seni Rupa Istana Kepresidenan Republik Indonesia. Pameran ini diselenggarakan dalam rangka menyambut HUT ke-71 negara kita dan dibuka oleh Presiden Joko Widodo pada 1 Agustus 2016 lalu. Pameran akan berlangsung hingga 30 Agustus 2016.
Saya sendiri baru sempat mengapresiasi pameran tersebut pada 18 Agustus lalu. Itupun sekalian mampir dari Hotel Redtop, Pecenongan, karena malam sebelumnya saya menerima penghargaan sebagai juara 1 lomba karya tulis kearsipan untuk kategori umum. Lomba tersebut diselenggarakan oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Langsung saja saya meninggalkan hotel pagi hari sekitar pukul 09.00. Jarak Pecenongan ke Galeri Nasional di Medan Merdeka Timur memang cukup dekat.
Karena hari biasa dan tengah bulan, maka masyarakat yang ingin melihat pameran tidak membludak. Saya mendaftar di sekretariat lalu memasuki ruang pameran yang dijaga amat sangat ketat. Maklum, koleksi-koleksi yang dipamerkan sulit ditaksir dengan rupiah. Jumlah pengunjung boleh dikatakan lumayan. Ada wisatawan mancanegara dan banyak pelajar di dalam ruangan.
Ada 20-an koleksi lukisan yang dipamerkan di sini. Bisa disebut secara abjad Affandi, Basoeki Abdullah, Dullah, Gambiranom Suhardi, Harijadi Sumadidjaja, Hendra Gunawan, Henk Ngantung, Ida Bagus Made Nadera, Kartono Yudhokusumo, Lee Man Fong, Mahjuddin, Raden Saleh, Soedjono Abdullah, S. Sudjojono, Srihadi Soedarsono, Surono, dan Trubus Sudarsono. Ada pula nama-nama yang berciri asing seperti Walter Spies dan Rudolf Bonnet. Mereka mewakili zaman dan aliran seni lukis.
Beruntung saya kenal dengan Kepala Galeri Nasional, Tubagus Sukmana yang biasa dipanggil Andre. Dari beliau saya memperoleh katalog pameran dan tentu saja publikasi-publikasi lain.
Menurut Menteri Sekretaris Negara Pratikno sebagaimana tertulis dalam katalog pameran, “Sebagai bangsa yang dikaruniai warisan sejarah kebudayaan yang luhur, kita berkewajiban untuk dapat memaknai karya seni pada lingkup pemahaman yang lebih luas”. Selanjutnya ditulis, “Karya seni, harus dapat kita maknai, tidak saja sebatas hasil kreativitas individu, namun juga sebagai bagian dari ornamen pembangunan”.
Pameran lukisan dan benda-benda koleksi Istana Presiden Republik Indonesia ini adalah usaha perdana sejak 71 tahun lalu. Sejak Presiden Soekarno mengoleksi sejumlah lukisan dan benda seni lain di masa penjajahan Belanda hingga kini, istana presiden menjadi ruang istimewa: museum benda-benda koleksi. Dalam pameran ini, karya-karya tersebut beralih dari benda koleksi lembaga yang hanya ditonton segelintir orang, menjadi benda tontonan publik. Demikian kata kurator pameran, Mikke Susanto dan Rizki A. Zaelani.
Nah soal foto-foto yang dipamerkan ada sedikit pelurusan sejarah dari seorang rekan saya Bambang Eryudhawan. Arsitek yang satu ini memang hobi membaca buku-buku sejarah. “Foto ini diterangkan sebagai pematung Italia, padahal dia adalah Osamu Noguchi, perupa Amerika kelahiran Jepang yang tersohor,” kata Yudha.
Seusai dari ruang pameran, saya sempat ngobrol-ngobrol dengan Kepala Galeri Nasional, Andre. Saya tanya kenapa status Galeri Nasional masih rendah, padahal dua instansi yang juga menyandang predikat nasional, yakni Perpustakaan Nasional (Perpusnas) dan Arsip Nasional (Arnas), sudah tinggi. Setau saya, Kepala Perpusnas dan Arnas bereselon 1, sementara Kepala Galnas bereselon 3.
Menurut Andre, Galnas diidentikkan dengan UPT (Unit Pelaksana Teknis) di bawah Direktorat Jenderal Kebudayaan. Jadinya susah disejajarkan dengan Perpusnas dan Arnas. Salah satu cara adalah memperbaiki nomenklatur itu ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Keberadaan Galeri Nasional—dan juga Museum Nasional—layak ditingkatkan. Ini karena merupakan grand design yang dibuat oleh Soekarno pada masa lalu. Museum berada di Medan Merdeka Barat, Galeri di Medan Merdeka Timur, dan Perpustakaan di Medan Merdeka Selatan. Perlu diketahui, dulu koleksi Galnas merupakan bagian dari koleksi seni rupa Musnas. Boleh dikatakan kini Galnas menjelma menjadi Museum Seni Nasional.
Ngomong-ngomong sudah dulu yah ceritanya. Silakan teman-teman langsung berkunjung saja. Mumpung masih tersisa waktu empat hari. Ingat sampai 30 Agustus 2016.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H